"Nah kendalanya, yang pertama asetnya bukan dalam kepemilikan koperasi," ujar Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Kedua, lanjut dia, ada laporan pidana yang sedang berjalan sehingga kepolisian menyita aset dan membekukannya sehingga tidak bisa dilakukan penjualan aset untuk membayar ganti rugi.
Hal lain yang terjadi dalam kasus yang bermula pada 2020 lalu itu adalah terjadinya proses suap aset dengan simpanan yang dilakukan anggota koperasi orang per orang serta praktik pelunasan dengan cara-cara lain.
Kemudian, kesulitan lain yang terjadi adalah lemahnya putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang disebut Teten dalam keputusan itu tidak ada sanksi apabila koperasi tidak melaksanakan ganti rugi sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
"Nah di UU PKPU itu nomor 37 Tahun 2024 tidak ada mengatur pengenaan sanksi dalam hal kewajiban pembayaran tidak dilaksanakan sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Ini lemah sekali, bahkan kemarin PKPU dan kepailitan kita sampaikan ke Mahkamah Agung bahwa ini bisa dipakai merampok dana anggota koperasi," tegasnya.
Untuk itu, Teten melanjutkan, PKPU dan pailit yang diajukan anggota koperasi harus melalui KemenKop UKM, seperti misalnya perbankan yang bila ingin dipailitkan harus melalui Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, kasus suap dan penipuan investasi KSP Indosurya telah diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memutuskan kedua petinggi KSP Indosurya, yakni Henry Surya dan June Indria dengan vonis bebas.
Kasus ini berawal dari penghimpunan dana diduga secara ilegal menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Teten ungkap kendala pembayaran ganti rugi nasabah koperasi Indosurya