Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Gempa berkekuatan 8,5 pada skala Richter yang mengguncang Simeulue, Aceh pada Rabu (11/4) diperkirakan akan memicu munculnya gempa lain yang diakibatkan gesekan lempeng Indoaustralia yang terdapat di sepanjang perairan Barat Sumatra.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Kepahiang, Bengkulu Dadang Permana mengatakan perlu diwaspadai munculnya gempa lain di jalur yang sama sehingga masyarakat yang bermukim di sepanjang pesisir Barat Sumatra, mulai dari Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu dan Lampung tetap harus waspada.
"Sangat berpotensi memicu munculnya gempa lain di jalur yang sama yakni lempeng Indoaustralia yang memanjang di perairan Barat Sumatra," katanya di Bengkulu, Kamis.
Demikian juga masyarakat yang bermukim di kepulauan di pantai Barat Sumatra seperti Simeulue, Nias, Mentawai, dan Enggano di wilayah Provinsi Bengkulu juga diminta tetap siaga.
Dadang mengatakan, sejak gempa pertama berkekuatan 8,5 SR yang mengguncang Aceh dan hampir seluruh wilayah Sumatra, telah terjadi 25 kali gempa susulan yang berkekuatan di atas 5 SR.
Gempa susulan terbesar terjadi pada pukul 17.45 WIB atau dua jam setelah gempa pertama dengan kekuatan 8,3 SR yang juga berpotensi menimbulkan tsunami.
Besarnya kekuatan gempa membuat sejumlah wilayah di Sumatra bagian Barat, termasuk Kota Bengkulu dan sekitarnya mendapat peringatan tsunami.
Peringatan adanya potensi tsunami langsung direspon BMKG pusat dengan membunyikan dua sirene peringatan dini tsunami yang terdapat di dua lokasi di Kota Bengkulu.
Satu sirene terdapat di kawasan wisata Pantai Panjang dan satu sirene lainnya terdapat di kompleks Kantor Gubernur Bengkulu yang hanya berjarak 200 meter dari pantai.
Sementara menara pemantau tsunami yang baru dibangun pemerintah Provinsi Bengkulu di Kelurahan Malabero sama sekali belum difungsikan untuk memantau ketinggian gelombang.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu, Damin mengatakan anggota Satgas sudah memantau kondisi air laut untuk melihat kemungkinan terjadinya tsunami.
"Anggota tim sudah memantau langsung ke pantai apakah air laut surut atau mengalami kenaikan, tapi sampai sekarang masih normal," katanya.
Selain itu kata dia, warga sudah diimbau agar waspada dan tidak panik menghadapi kemungkinan tsunami dan dua sirene peringatan dini tsunami di dua lokasi sudah dibunyikan oleh BMKG.
Kepala Bidang Prabencana BPBD Provinsi Bengkulu Bambang Hermanto mengatakan dari 38 anggota tim mitigasi bencana yang tersebar di sejumlah desa di wilayah pesisir, tidak ditemukan kerusakan maupun korban jiwa akibat gempa tersebut.
"Sebagian warga memang mengungsi ke tempat yang lebih tinggi seperti di komplek STAIN Bengkulu, termasuk warga Kabupaten Mukomuko yang menungsi ke perbukitan, tapi malam hari sudah kembali ke rumah," katanya.
Meski demikian, hingga saat ini masyarakat di pesisir Bengkulu, khususnya di tujuh kabupaten dan kota masih siaga gempa dan tsunami.
Dilanda 1.346 gempa
Wilayah Bengkulu yang berada di pertemuan lempeng Indoaustralia dan Eurasia memang berada di zona merah potensi gempa bumi dan tsunami. Stasiun Geofisika BMKG Kepahiang, Bengkulu mencatat selama 2011, daerah ini dilanda 1.346 kali gempa bumi, namun yang dirasakan getarannya hanya 25 kali.
"Jumlah gempa yang melanda Bengkulu terekam oleh 10 alat pendeteksi gempa atau sensor seismograf," kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Kepahiang, Bengkulu, Dadang Permana.
Meski mencapai ribuan, ia mengatakan jumlah gempa tersebut tergolong normal atau stabil. Gempa Bengkulu diakibatkan gesekan lempeng Indoaustralia yang membentang di palung Sumatera atau perairan Pantai Barat dan lempeng Eurasia yang membentang di Bukit Barisan.
Untuk merekam gempa yang terjadi di daerah ini, BMKG Kepahiang memiliki 10 alat pendeteksi yakni enam alat yang mendeteksi gempa berkekuatan diatas 5 SR dan empat alat pendeteksi gempa berkekuatan di bawah 5 SR.
Rekaman 10 alat pendeteksi gempa itu tercatat pada Januari 2011 Bengkulu dilanda 120 kali gempa, dimana yang dirasakan getarannya sebanyak empat kali. Pada Februari terjadi 94 kali gempa dan yang dirasakan getarannya hanya satu kali. Pada Maret 2011 terjadi 86 kali gempa dengan jumlah yang dirasakan dua kali.
Selanjutnya pada April Bengkulu dilanda 122 kali gempa, namun yang dirasakan getarannya hanya satu kali. Jumlah gempa meningkat pada Mei sebanyak 148 kali dan empat di antaranya dirasakan getarannya.
Pada Juni menurun menjadi 130 kali gempa dengan jumlah getaran yang dirasakan mencapai tujuh gempa. Sedangkan pada Juli gempa terjadi 121 kali dan getarannya tidak dirasakan oleh warga.
Peningkatan jumlah gempa terjadi pada Agustus sebanyak 129 kali dan empat di antaranya dirasakan getarannya. Sementara jumlah gempa pada September dan Oktober kembali menurun, masing-masing sebanyak 84 kali dan 98 kali. Pada September dirasakan sebanyak satu kali dan Oktober lima kali.
Kenaikan jumlah gempa kembali terjadi pada November yakni 114 kali gempa dan dua di antaranya dirasakan getarannya. Sedangkan pada Desember 2011 terjadi 80 kali gempa dan tidak ada yang dirasakan getarannya.
Dadang menyebutkan, gempa dengan kekuatan di atas 5 SR yang direkam enam alat pendeteksi gempa terhubung langsung dengan BMKG pusat. Informasi tentang gempa dan kekuatan skalanya akan terekam paling lama lima menit setelah gempa.
"Sedangkan empat alat lainnya mendeteksi kekuatan di bawah 5 SR dan datanya hanya terekam ke BMKG Kepahiang," katanya.
Ia mengatakan, gesekan lempeng Eurasia pada 1979 menimbulkan gempa berkekuatan 6 SR yang berpusat di Kepahiang, mengakibatkan empat korban jiwa dan ribuan rumah rusak.
Sementara gesekan lempeng Indoaustralia menimbulkan gempa besar berkekuatan 7,3 SR pada 2000 dan kekuatan 7,9 SR pada 2007 yang juga menimbulkan korban jiwa dan ribuan rumah rusak berat.
Menurut dia, meski peralatan pendeteksi gempa sudah cukup memadai, kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana serta mengetahui daerahnya sebagai daerah rawan bencana adalah hal yang tidak kalah penting.
Andalkan TV
Sementara warga Pulau Enggano, berjarak 116 mil dari Kota Bengkulu mengatakan baru mengetahui kejadian gempa setelah melihat berita di TV nasional.
"Karena getaran gempa tidak terasa di Enggano, kami baru mengetahui kejadian gempa setelah memantau berita di TV nasional," kata Rafli Zen Kaitora, mantan Koordinator Kepala Suku Enggano saat dihubungi dari Bengkulu.
Ia mengatakan, meski getaran gempa tidak terasa di pulau berpenghuni 1.800 jiwa itu, warga tetap waspada dan sudah menyiapkan sejumlah perlengkapan yang akan diamankan jika haru mengungsi.
Hingga peringatan tsunami resmi dicabut oleh BMKG, masyarakat Enggano tetap siaga untuk mengungsi ke dataran yang lebih tinggi.
Kepala Bidang Prabencana BPBD Bambang Hermanto mengatakan situasi di Enggano tetap dipantau oleh enam anggota mitigasi bencana yang terdapat di enam desa di pulau itu.
"Kami terus berkomunikasi dan berbagi informasi dengan anggota tim mitigasi bencana yang ada di enam desa di Pulau Enggano yakni desa Malakoni, Kahyapu, Kaana, Meok, Apoho dan Banjarsari.
Bambang mengatakan belum adanya alat peringatan dini tsunami di Pulau Enggano menjadi kendala bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan informasi kegempaan dari BMKG pusat.
Ia mengatakan pengadaan sirene peringatan dini tsunami di Pulau Enggano dan enam kabupaten di wilayah pesisir yakni Bengkulu Utara, Mukomuko, Bengkulu Tengah, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur akan diupayakan melalui APBN dengan mengusulkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (rni)