Jakarta (ANTARA) - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Novia Xu mengatakan negara-negara di dunia saat ini sudah mengakui bahwa perubahan iklim akan menjadi tantangan terbesar.
"Hal ini terkait dengan kerugian akibat bencana akibat perubahan iklim yang cukup tinggi," ucap Novia dalam seminar bertajuk " Arah Kebijakan dan Pemetaan Pemangku Kepentingan Menuju Dekarbonisasi Ekonomi Indonesia" yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Oleh karena itu, perlu kebijakan dekarbonisasi yang efektif dalam mengelola risiko dan peluang transisi rendah karbon.
Untuk Indonesia saja, lanjut dia, kerugian akibat bencana dapat mencapai Rp1,06 triliun dan total biaya mitigasi iklim atau dekarbonisasi bisa mencapai Rp4 triliun per tahun.
Selain itu, kerugian Indonesia bisa mencapai tinggi 19 persen penurunan produk domestik bruto (PDB) ketika temperatur bumi menyentuh 4 derajat Celcius.
Kendati demikian, terdapat risiko dan tantangan terkait transisi rendah karbon bagi beberapa negara, termasuk Indonesia, yakni 25 persen ekonomi Indonesia mempunyai intensitas karbon tinggi seperti pertambangan sebesar 14,07 persen, pertanian 9,22 persen, perikanan 2,58 persen, dan kehutanan 0,6 persen.
Kemudian, lebih dari 50 persen ekspor utama Indonesia merupakan komoditas berbasis sumber daya alam serta negara mitra dagang di dunia mulai melakukan pembatasan pada komoditas yang intensif karbon, misalnya mekanisme penyesuaian batas karbon atau carbon border adjustment mechanism (CBAM).
"Kita melihat dunia sudah mulai melakukan transisi ke arah ekonomi rendah karbon sehingga melakukan pembatasan," ucap dia.
Meski begitu, Novia mengungkapkan terdapat peluang ekonomi dari transisi rendah karbon yaitu permintaan ekspor energi terbarukan mulai meningkat terutama di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia memiliki kekayaan energi terbarukan yang cukup tinggi.
Peluang selanjutnya yakni potensi pengembangan pasar baru seperti pasar kendaraan listrik dan komponennya dimana Indonesia dapat memanfaatkan posisi produsen dan pemilik reserve nikel terbesar di dunia, serta potensi pembiayaan baru melalui skema perlindungan lingkungan dan pengurangan emisi karbon dari sektor energi seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: CSIS: Dunia akui perubahan iklim bakal jadi tantangan terbesar
Dunia akui perubahan iklim bakal jadi tantangan terbesar
Senin, 13 Maret 2023 19:15 WIB 731