Dilanjutkan dengan menghias pratima-pratima yang berada di pura masing-masing banjar agar pada saat diiring menuju tempat pemelastian nampak bersih dan cantik.
Setelah upacara menghias selesai, umat Hindu akan mengiring atau mengusung pratima tersebut ke bale agung (pura desa) yang terdapat pada desa pakraman masing-masing.
Sesuai waktu yang telah disepakati oleh warga desa untuk melakukan melasti, umat Hindu akan berkumpul di Pura Bale Agung. Diawali dengan melakukan persembahyangan bersama, kemudian pratima maupun sesuhunan yang diyakini sebagai istana Tuhan Yang Maha Esa diiring atau diusung menuju pantai/laut/segara untuk melaksanakan upacara melasti.
“Sebelum upacara melasti, pratima (arca) yang terdapat di pura dihias dengan begitu apik agar terlihat lebih cantik dan bagus ketika diring oleh umat Hindu menuju ke pantai untuk melaksanakan upacara mesucian (melasti),” ungkap pemerhati tradisi dan budaya Bali, I Nyoman Suwija.
Tepat pada hari melasti, masyarakat hindu mengusung pratima tersebut ke pantai dan menaruhnya menghadap ke arah laut. Kemudian diikuti oleh umat Hindu duduk di belakang pratima dan menghadap ke arah pantai.
Pratima yang sudah diletakkan menghadap pantai kemudian dipersembahkan sesajen (banten) dengan sebagaimana mestinya yang dipimpin oleh pemangku atau sulinggih.
Seusai menghaturkan sesajen tersebut, dilanjutkan dengan mengambil air laut untuk disucikan yang akan diring ke pura desa masing-masing desa pakraman nantinya.
Upacara menghaturkan sesajen dan nunas tirta di laut telah usai dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan acara persembahyangan bersama. Lalu para pemangku akan menyiratkan (membagikan) air suci untuk diminum sebanyak tiga kali dan memberikan bija (beras yang dibasahi oleh air suci) untuk diletakkan pada dahi setiap umat Hindu yang datang.
Dengan berakhirnya acara nunas tirta dan bija setelah persembahyangan, maka berakhir pula upacara pemelastian yang dilakukan oleh umat Hindu di pantai.
“Biasanya terdapat beberapa perwakilan dari tiap banjar mengusung pratima-pratima yang ada, menyucikan ke pantai/segara dengan menghaturkan sesajen meminta pengelukadan, peleburan, sekaligus nunas (meminta) tirta amerta sanjiwani. Setelah upacara pembersihan dan nunas tirta amerta dilakukan, pratima diiring dan malingga kembali di bale agung,” ungkap Nyoman Suwija yang juga berprofesi sebagai dosen di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia.