Jakarta (Antara) - Gempa dengan kekuatan 6 skala Richter (SR) mengguncang Maluku Tenggara Barat pada Minggu, pukul 05.05 WIB.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Minggu, menyebutkan pusat gempa itu berada di laut 165 kilometer barat laut Maluku Tenggara Barat, dan pusat gempa pada kedalaman 133 km.
"Gempa ini tidak berpotensi tsunami," katanya.
Sutopo mengatakan, pihaknya telah mengonfirmasi dan menganalisis dampak gempa, yakni getaran gempa dirasakan cukup keras beberapa detik.
"Warga sempat panik. Belum ada laporan kerusakan bangunan," katanya lagi.
Saat ini, lanjut dia, pemantauan dampak gempa itu masih dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Sutopo menjelaskan wilayah di sekitar Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya adalah daerah yang rawan terjadi gempa, karena berada pada pertemuan subduksi Hindia Australia dan Eurasia.
"Di lokasi pusat gempa yang terjadi hari ini berada pada palung dalam," katanya pula.
Dia menambahkan, tingginya aktivitas tektonik dari Sesar Wetar (Wetar Thrust) yang membujur dari utara Pulau Alor hingga Pulau Romang menyebabkan sering terjadi gempa cukup besar.
"Untungnya pusat gempa cukup dalam yaitu 133 km. Gempa 7,4 skala Richter pernah terjadi di daerah yang sama pada 10 Desember 2012 lalu," katanya.
Dia menuturkan, wilayah timur Indonesia memiliki ancaman gempa dan tsunami yang lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian barat.
Hal itu, ujarnya lagi, dikarenakan kompleksnya kondisi geologi dan bercampur subduksi lempeng Hindia Australia, Pasifik, Eurasia dan Filipina yang menyebabkan seismisitas lebih rumit.
"Sayangnya penelitian di wilayah ini masih minim. Padahal sejarah gempa dan tsunami mencatat bahwa dulu pernah terjadi," katanya lagi.
Bahkan, lanjut dia, catatan tsunami di Indonesia dari tahun 1629--2014 terdapat 174 kejadian tsunami, sekitar 60 persen terjadi di wilayah Indonesia bagian timur.
Menurut dia, dengan pertambahan jumlah penduduk di wilayah tersebut, seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih serius dengan mengalokasikan anggaran untuk penelitian terkait gempa bumi dan tsunami serta kesiapsiagaan masyarakatnya.
"Jika tidak, gempa dan tsunami yang pasti akan terjadi suatu saat sesuai siklus geologinya dapat berpotensi menimbulkan korban jiwa yang besar," kata dia mengingatkan.***3***