JAKARTA (ANTARA) - Bersenang-senang merupakan salah satu kebutuhan rohani untuk mengobati kelelahan jasmani akibat padatnya pekerjaan atau rutinitas harian. Namun tanpa kemampuan kontrol diri, bisa jadi acara bersenang-senang berujung pada tagihan utang yang menggunung. Padahal, membiayai gaya hidup (minus gengsi) bisa disiasati tanpa menimbulkan lilitan utang.
Tidak harus menjadi orang dengan banyak uang untuk dapat hidup senang. Kesenangan bisa diciptakan dengan versi sendiri masing-masing pribadi. Yang kerap menjadi masalah adalah ketika seseorang mengikuti gaya bersenang-senang orang lain, sementara kemampuan finansialnya berbeda.
Bersenang-senanglah dengan berkaca pada ketersediaan dana yang ada, bukan diusahakan ada dan terpaksa mengorbankan kebutuhan lain yang lebih penting. Apalagi sampai menempuh cara berutang.
Penggunaan kartu kredit dan metode pembayaran tunda (pay later) adalah contoh cara berutang yang elegan, tidak "sehina" semisal meminjam uang kepada saudara atau tetangga. Akan tetapi tetap saja prinsipnya itu adalah utang yang menimbulkan kewajiban bayar di kemudian hari. Maka, utang dengan segala model dan bentuknya tentu tidak bijak jika digunakan untuk memenuhi hasrat yang bersifat pleasure.
Seperti membeli tiket konser musik berharga fantastis nyatanya banyak dilakukan orang tanpa mempertimbangkan kepantasan penghasilan yang mereka punya. Karena, idealnya anggaran rekreasi, menurut sejumlah ahli perencanaan keuangan, pada kisaran 5-10 persen saja dari jumlah penghasilan rutin. Nah, silakan berhitung apakah Anda cukup layak untuk memburu acara hiburan berbiaya belasan juta rupiah?
Rumus pengelolaan keuangan
Berapa pun besarnya penghasilan Anda bila tidak dikelola dengan tertib bisa berdampak pada kebangkrutan. Pengelolaan menjadi kunci keberlangsungan dan kesehatan keuangan seseorang atau sebuah keluarga.