Menurut ahli perencanaan keuangan, Eric Roberge, CFP, mengelola penghasilan bisa dilakukan dengan fleksibel karena keuangan tiap orang berbeda.
“Kuncinya adalah mengambil tindakan dan menggunakan sistem untuk membantu Anda tetap konsisten dalam mengelola uang setiap bulan, dan memastikan Anda dapat mengatur pengeluaran, bisa menabung untuk esok, dan memberi Anda ruang untuk menikmati hidup hari ini, “ kata pendiri Beyond Your Hammock, perusahaan perencanaan keuangan virtual asal Boston, AS itu.
Selaras dengan itu, Direktur PT Panin Asset Management yang juga penulis buku investasi, Rudiyanto, melalui blognya membagikan rumus 10 – 20 – 30 – 40 dalam pengelolaan keuangan.
Adapun jabaran dari komposisi angka-angka di atas adalah:
10 persen – Kebaikan
Berapa pun penghasilan Anda -- besar atau kecil -- usahakanlah untuk selalu berbuat kebaikan. Definisi berbuat kebaikan amat luas, tidak terbatas hanya pada memberikan donasi di tempat ibadah, tapi juga hal lain seperti berbakti kepada orang tua dan memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan.
20 persen – Masa depan
Termasuk di dalamnya anggaran untuk asuransi, investasi, dan dana darurat. Dalam konteks keuangan, persiapan untuk masa depan mencakup dana darurat, asuransi jiwa dan kesehatan, dana pendidikan anak, dana pensiun, dana untuk uang muka rumah (bagi yang belum memiliki), mengembangkan kekayaan, dan dana untuk berbagai tujuan keuangan lainnya.
30 persen – Cicilan produktif
Sepanjang utang dan cicilan yang Anda miliki adalah untuk pembelian aset yang sifatnya produktif, menunjang pekerjaan, dan besarnya cicilan per bulan tidak melebihi 30 persen dari penghasilan, maka masih bisa dikatakan wajar. Contohnya, cicilan rumah, kendaraan, atau peralatan untuk kebutuhan wajib. Untuk rumah dengan status sewa juga bisa dimasukkan dalam alokasi ini.
40 persen – Kebutuhan hidup
Persentase ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk biaya makan, minum, transportasi, tagihan listrik, air, telepon, pulsa telepon, langganan televisi, keanggotaan olahraga, hobi, pakaian, rekreasi dan sebagainya. Semua yang sifatnya kebutuhan pokok sampai gaya hidup bisa dimasukkan dalam alokasi ini.
Bila telah menerapkan skema tersebut namun masih mengalami defisit, maka wajib ada perbaikan pendapatan.
Yang terlarang
Tekor, terlilit utang, atau dikejar-kejar debt collector merupakan kasus yang banyak terjadi di tengah masyarakat. Menjadi ironis bila hal itu ditimbulkan akibat pembiayaan gaya hidup dan membeli gengsi. Biaya gaya hidup masih relatif bisa dihitung dan dianggarkan, namun manakala sudah dirasuki unsur gengsi maka tidak bisa diukur berapa jumlah uang yang dibutuhkan untuk menjangkau itu.