Jakarta (Antara) - Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan akan melaporkan hakim Sarpin Rizaldi ke Komisi Yudisial terkait putusannya membatalkan status Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka.
"Mau melaporkan hakim (Sarpin) ke KY. Dia melampaui kewenangan, hakim praperadilan itu terbatas. Dia hanya bisa mengadili beberapa hal di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) dan penetapan tersangka tidak masuk di situ," kata Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho di gedung KPK Jakarta, Senin.
Hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hakim tunggal Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa surat perintah penyidikan nomor 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah dan tidak berdasar atas hukum karenanya penetapan perkara tak punya kekuatan hukum mengikat.
Emerson mencontohkan kasus lain dimana hakim praperadilan membatalkan status tersangka dan diberikan sanksi oleh Mahkamah Agung yaitu hakim tunggal Suko Harsono yang pada 27 September 2012 memutus tersangka korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia tidak sah.
Badan Pengawas MA kemudian menjatuhi hukuman disiplin kepada Suko yaitu pemutasian ke daerah.
"Waktu kasus penetapan tersangka di Chevron itu kan hakim dimutasi, kena sanski. Jadi kita minta hakim ini diperiksa. Harusnya dipecat Sarpin," tambah Emerson.
Ia menduga ada intervensi terhadap Sarpin.
"(Ada) intervensi pada Sarpin, kita menduga ada. Ini sudah ketebak bakal memenangkan BG. Dia pernah dilaporkan delapan kali, pernah diperiksa di internal MA dua kali," ungkap Emerson.
Ia juga meminta agar KPK mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA.
"'Nggak' mengubah putusan, makanya KPK harus PK, ada surat edaran MA, boleh PK pada praperadilan. Kalau tidak PK, tersangka KPK sekarang bakal ajukan praperadilan juga. Tidak cuma tersangka KPK, tapi di Kejagung juga sama. Mereka akan mempersoalkan soal praperadilan. Bakal ada kekacauan hukum," jelasnya.
Koalisi juga akan melapor ke bagian pengawasan MA.
"Pelanggaran etik bisa diperiksa internal dan eksternal, ke KY dan MA sendiri. Ada contoh kasus Chevron yang dianulir," ungkap Emerson.
Hakim Sarpin hari ini juga menyatakan bahwa Budi Gunawan bukan penyelenggara negara atau penegak hukum karena penetapannya sebagai tersangka saat menjadi Kepala Biro Pengembangan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Polri pada 2003-2006.
Jabatan Karo Binkar Polri itu dinilai merupakan jabatan administrasi atau pelaksana staf yang berada di bawah Deputi Kapolri yaitu setingkat pejabat eselon II dan bukan penegak hukum.
Menurut Sarpin, pihak KPK tidak juga menyampaikan bukti-bukti yang menjelaskan bahwa Budi Gunawan masuk dalam kualifikasi penegak hukum atau penyelenggara negara.
Selanjutnya, berdasarkan pasal yang disangkakan kepada Budi Gunawan yaitu pasal terkait penyalahgunaan wewenang dari Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, tidak mengatur soal kerugian negara.
Sementara objek kewenangan KPK sebagaimana Pasal 11 UU KPK, lembaga antikorupsi itu berwenang menangani perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum yang menimbulkan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Perkara Budi Gunawan juga dinilai tidak menimbulkan keresahan masyarakat karena masyarakat juga tidak mengenal siapa Budi Gunawan sebelumnya. Budi baru dikenal masyarakat setelah menjadi calon tunggal Kapolri.***2***