Sate ayam, kambing bahkan sapi sudah umum tersaji di warung-warung makan di Nusantara tapi sate berbahan utama hasil laut yakni gurita, cukup langka ditemui.
Namun, bila melintas di jalur Lintas Barat Sumatera yang menghubungkan Provinsi Lampung dengan Provinsi Bengkulu, ada satu pondok makan yang menyajikan sate gurita sebagai menu andalan.
Pondok itu terdapat di pinggir Pantai Linau, pantai barat Sumatera yang berhadapan dengan Samudera Hindia, tepatnya di Desa Air Long Kecamatan Maje Kabupaten Kaur bernama "Pondok Sate Gurita".
"Awalnya coba-coba, ternyata banyak yang suka akhirnya menyediakan sate gurita sebagai menu andalan," kata Yeni, salah seorang karyawan Pondok Sate Gurita di Desa Air Long Kaur, Minggu.
Yeni mengatakan pelanggan utama pondok makan milik bibinya itu adalah pengguna Jalan Lintas Barat, Bengkulu-Lampung.
Satu porsi sate gurita dipadu dengan semangkok sop ayam hanya dibandrol Rp20.000. Pembeli bisa memilih dua jenis bumbu sate yang disediakan yakni bumbu kecap dan bumbu kacang.
Cara membuat sate dari bahan gurita menurut Yeni tidak sulit. Hal pertama yang dilakukan adalah membersihkan gurita yang baru dibeli dari nelayan setempat.
Setelah membuang tinta gurita dan mencuci bersih, gurita direbus selama lebih kurang 10 menit.
Tujuan perebusan agar proses pengolahan gurita tidak terlalu rumit, mulai dari memotong-motong daging gurita agar bisa ditusuk dengan mudah hingga proses pembakaran tidak terlalu lama.
"Kalau tidak direbus sulit memotong-motong daging gurita. Selain itu kalau sudah direbus proses membakar tidak terlalu lama agar daging gurita tidak kenyal dan keras," ungkap dia.
Potensi Lokal
Kabupaten Kaur berjarak 200 kilometer dari Kota Bengkulu, berbatasan dengan Provinsi Lampung. Selain terkenal sebagai salah satu daerah penghasil batu cincin, Kaur juga memiliki hasil laut yang melimpah antara lain jenis lobster, ikan tuna dan gurita.
Selain dijual dalam bentuk segar, gurita juga dijual dalam bentuk kering. Pemandangan gurita yang dijemur sekaligus dijual dapat ditemui di sepanjang Jalan Lintas Barat, terutama di wilayah Kecamatan Merpas, Kaur.
Keberadaan pondok sate gurita di pesisir pantai membuat nelayan tidak terlalu sulit menjual hasil tangkapan.
Gusti, nelayan di Pantai Linau mengatakan tangkapan gurita tidak terlalu sulit dijual sejak pondok makan yang menyediakan kuliner gurita mulai dibuka sejumlah pemilik warung.
"Biasanya kami menjual gurita ke tempat pelelangan ikan, tapi sekarang bisa langsung dijual ke pemilik pondok sate gurita," ucap dia.
Ketersediaan bahan baku, terutama gurita menurut Yeni melatarbelakangi usaha pondok sate gurita.
Awalnya kata dia, mereka hanya menyediakan sate ayam dan kambing. Namun, setelah melihat hasil tangkapan gurita cukup melimpah, maka daging gurita mulai diolah menjadi bahan sate.
"Kami ingin menjual apa yang ada di daerah kami, gurita ini menjadi salah satu hasil tangkapan nelayan di sini," tutur dia.
Namun, saat musim badai, hasil tangkapan nelayan menurun, termasuk ketersediaan gurita, sehingga harga sering melonjak.
Saat ini harga satu kilogram gurita mencapai Rp30 ribu. Sebagian besar daging gurita yang diolah di pondok makan itu adalah hasil tangkapan nelayan tradisional di desa tersebut.
Peminat sate gurita menurut Yeni terus bertambah, dibuktikan dengan jumlah pondok atau warung makan yang menyediakan menu itu juga terus bermunculan.
"Awalnya hanya kami yang membuka warung di sini, tapi sekarang sudah ada yang baru membuka di sebelah, kadang dikira pelanggan masih bagian warung ini," ujar dia.
Setiap hari, pondok sate gurita itu menghabiskan 10 kilogram daging gurita untuk dijadikan bahan sate. Kadang persediaan tersebut sudah habis pada sore hari.
Bila permintaan masih banyak, mereka langsung mendatangi pusat penjualan ikan segar di pinggir Pantai Linau. Di lokasi tersebut, gurita dijual dalam bentuk segar lalu diolah menjadi bahan sate.
"Prosesnya tidak lama, asalkan gurita tersedia lalu direbus 10 menit langsung bisa dipotong-potong dan dibakar lima menit, bisa disajikan," ucapnya.
Salah seorang pelanggan pondok sate gurita, Intan asal Kota Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan mengatakan menyukai sate gurita karena rasanya yang enak.
"Rasanya enak dan unik dengan tekstur yang kenyal tapi segar dan tidak alot," tukas dia.
Intan yang biasa berwisata ke Pantai Laguna, Kabupaten Kaur mengatakan selalu singgah di pondok makan itu bila melintas di jalur tersebut.
Ia mengaku belum pernah menemukan menu sate gurita di tempat lain dan saat pertama kali mencoba langsung suka.
"Biasanya makan d isini, tapi sekarang beli untuk oleh-oleh juga karena guritanya sudah direbus jadi tahan untuk beberapa jam, nanti dibakar di rumah," papar dia.
Pembelian sate dalam bentuk mentah memang dilayani pemilik pondok makan itu. Selain menjual daging sate, mereka juga menyertakan dua jenis bumbu yakni kecap dan kacang sehingga pembeli tidak perlu repot mengolah bumbu sate.
Intan menilai kuliner yang khas dapat menjadi salah satu daya tarik untuk mengunjungi Kabupaten Kaur yang terkenal dengan wisata pantainya. Sejumlah kawasan wisata pantai yang dapat didatangi di daerah ini antara lain Pantai Linau, Pantai Way Hawang dan Pantai Laguna.
"Terutama kami dari wilayah Sumatera Selatan lebih sering berwisata pantai ke wilayah Kota Bengkulu dan Kabupaten Kaur karena pantainya masih alami dan bersih," imbuh dia.
Bila anda berkesempatan melintas di Jalan Lintas Barat Bengkulu-Kaur, tidak ada salahnya mencoba kuliner andalan Kaur tersebut. Menikmati sate gurita di tepi Samudera Hindia yang menyajikan pemandangan laut biru menjadi perpaduan yang justru sayang bila dilewatkan.***1***