Jakarta (ANTARA) - Alih-alih mereda, apalagi setop, aksi bombardemen Israel di wilayah Jalur Gaza, Palestina terus berlanjut, bahkan konflik makin meluas dan menyeret sejumlah pihak .
Korban penduduk Gaza dan milisi Hamas, Palestina yang tewas sejak invasi Israel pada 8 Oktober 2023 hingga 17 Januari 2024 diperkirakan sudah mencapai 24.000 orang, 60.000 terluka, lebih separuhnya anak-anak dan perempuan.
Tidak terbilang bangunan, masjid, sekolah dan sarana serta prasarana umum lain yang luluh-lantak akibat pengeboman dari udara dan tembakan artileri Israel, sementara 1,2 juta warga kehilangan tempat tinggal atau mengungsi.
Pertempuran tidak saja berkecamuk di Gaza antara pasukan Israel dan pejuang Hamas yang melakukan perlawanan sengit dari terowongan-terowongan bawah tanah, tetapi juga di wilayah lain, menyeret sejumlah kelompok dan negara.
Iran meluncurkan rudal ke kota Erbil, Irak (16/1), dilaporkan mengenai rumah dan menewaskan penghuninya, jutawan etnis Kurdi, Peshra Dizave serta merusak kantor dinas intelijen Irak.
Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) mengaku melakukan serangan tersebut, menyasar markas intel Israel di Irak dan merudal markas kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sebagai balasan aksi bunuh diri ke Iran sebelumnya.
Serangan tersebut dikhawatirkan bisa membuka lagi dendam dan luka lama kedua negara bertetangga, Iran dan Irak yang pernah terlibat perang besar selama hampir delapan tahun.
Perang yang berlangsung antara September 1980 – Agustus 1988 dipicu sengketa perbatasan, menewaskan sekitar 350.000 sampai 875.000 anggota tentara dan milisi kedua belah pihak.
Serangan Houthi
Sementara di Laut Merah, sebagai bentuk dukungan terhadap Hamas, milisi etnis Houthi berbasis di Yaman dengan kapal-kapal cepat miliknya menyerang kapal-kapal tanker yang ditengarai berlayar dari atau menuju Israel (10/1).
Dua hari kemudian (12/1) berdalih mengganggu pelayaran internasional pesawat-pesawat tempur AS dan Inggeris yang berpangkalan di Bahrain serta armada Laut Tengahnya menyerang markas Houthi di ibu kota Yaman Sanaa, kota Taez dan Hodeida.
Akibatnya, tarif angkutan barang, misalnya dari Asia ke Eropa utara langsung melonjak dua kali lipat menjadi 4.000 dollar AS (sekitar Rp62 juta) per peti kemas sehari pasca serangan AS dan Inggeris ke markas Houthi (13/1).
Dari Afrika ke Pantai Timur Amerika naik 55 persen menjadi 3.900 dollar AS (Rp60 juta) dan ke Pantai Barat 63 persen menjadi 2.700 dollar AS (sekitar Rp42 juta) per peti kemas, sementara harga minyak mentah pun mulai merambat naik.
Timur Tengah terus membara
Jumat, 19 Januari 2024 20:48 WIB 3974