Timur Tengah terus membara
Jumat, 19 Januari 2024 20:48 WIB 4022
Milisi Houthi dari sekte Syiah Zaidyiah yang didirikan di kota Saada, Yaman pada 1990-an dan didukung Presiden Yaman saat itu, Ali Abdullah Saleh mengklaim beranggotakan 100 ribuan personil.
Sementara di Lebanon, milisi Hisbullah dukungan Iran yang bermarkas di negeri itu membuka front baru dengan melancarkan serangan roket ke pos pasukan Israel di Gunung Meron, Israel Utara (6/1).
Selain sebagai dukungan terhadap Hamas, serangan itu merupakan balas dendam atas tewasnya petinggi Hamas, Saleh-al Arouri bersama empat bawahannya saat berada di Lebanon, diduga akibat serangan drone Israel.
Hisbullah beraliran Syiah berideologi nasionalisme Islam dan dibentuk pada 1985 aktif melakukan aksi-aksi perlawanan terhadap zionisme Israel, anti semitisme, Barat dan imperialisme, berkekuatan sekitar 60.000 orang.
Konflik sejak 1948
Konflik Arab – Israel terkait isu Palestina menjadi bara dalam sekam di kawasan Timur Tengah sejak pembagian wilayah berdasarkan Deklarasi Balfour ditandai kemerdekaan Israel pada 1948.
Sejak perang kemerdekaan Israel pada 1948, Perang Enam hari Arab–Israel pada 1967 dan Perang Yom Kippur pada Oktober 1973 terjadi peredaan ketegangan dan berlanjut ke proses perdamaian, namun isu Palestina tetap mengganjal.
Bombardemen dan invasi Israel ke Jalur Gaza, Palestina tak henti-hentinya sejak 8 Oktober 2023 diawali guyuran ribuan roket, penyusupan ratusan milisi Hamas ke wilayah Israel serta penyanderaan 240 warga sipil sehari sebelumnya, pada 7 Oktober.
Walau dikecam masyarakat internasional dan dianggap sebagai aksi genosida tercermin dari aksi-aksi unjuk rasa di berbagai kota di dunia mau pun dukungan melalui PBB dan forum-forum lainnya, Israel tetap bergeming dengan dalih membela diri demi kepentingan nasionalnya.
Afrika Selatan dalam sidang gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag (12/1) mendesak Israel untuk menghentikan operasi militernya di Jalur Gaza.
Sementara itu, militer Israel (IDF) mulai menarik ribuan pasukannya awal Januari, mengawali perubahan status operasi militer skala penuh menjadi operasi dengan intensitas rendah atau memasuki fase “pembersihan” lawan.
Sebanyak lima brigade atau 15 batalion (9.000 sampai 15.000 personil), menurut laporan IDF, ditarik dari garis depan di zona pertempuran di Jalur Gaza.
Israel dengan kekuatan militernya bisa saja meneruskan petualangan di Gaza, Lebanon, Suriah atau wilayah Timur Tengah lainnya, namun perekonomiannya bakal morat-marit untuk membiayai perang.
Bank Sentral Israel awal Januari menyebutkan telah menghabiskan 210 miliar Shekel atau 58 miliar Dollar AS (setara Rp897,3 triliun) untuk membiayai petualangannya di Gaza sejak 8 Oktober tahun lalu.
Perang, jelas cuma menyengsarakan umat manusia terutama rakyat, namun Solusi Dua Negara (two-state solution): Palestina dan Israel yang hidup berdampingan dengan harmonis agaknya masih jauh “panggang dari api”.
*) Nanang Sunarto adalah mantan Wakil Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA
*) Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi atau posisi Kantor Berita ANTARA