Popularitas yang bertahan dari generasi ke generasi pun seakan membuat ekspektasi publik terhadap sektor ini kian tinggi. Menang dan juara menjadi sebuah keharusan, yang kadang bisa menjadi sebuah motivasi, atau malah berbaik menjadi sebuah tekanan.
Selama hampir satu tahun belakangan, sektor ganda putra Indonesia terakhir mendapatkan gelar juara di All England tahun lalu, saat Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto menang atas Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan pada 19 Maret 2023. Sementara bagi Leo/Daniel, mereka merupakan finalis di Hong Kong Open 2023 yang digelar pada 17 September 2023. Mereka kalah dari lawan mereka di Indonesia Masters 2024, Astrup/Rasmussen, juga dalam drama rubber game.
Menurut Manajer Tim Ad Hoc PBSI Armand Darmadji, pencapaian pasangan yang dijuluki “The Babies” pada awal tahun ini merupakan langkah kecil untuk memberikan percikan semangat dan harapan agar prestasi di ganda putra Indonesia, maupun sektor lainnya, bisa berangsur-angsur konsisten.
“Ini catatan baik. Mereka sudah bisa upgrade, mencapai hasil maksimal. Dukungan melibatkan semua pihak dan pemain sudah bangkit sedikit demi sedikit. Kita menaiki anak tangga satu persatu,” kata Armand.
Terang kabut, teduh hujan
Setelah melalui 10 bulan yang panjang tanpa satu pun gelar dari sektor favorit, kemenangan Leo/Daniel seakan menjadi pengingat bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia, dan sekecil apa pun langkah yang terlewati, itu tetaplah sebuah progres yang berarti.
Air mata pun tak mampu disembunyikan oleh Daniel, yang langsung menatap langit sembari membawa piala dan medali emas Indonesia Masters 2024 yang telah dikalungkan — ia seperti mencoba berbicara kepada mendiang ayahnya yang menyaksikannya dari nirwana.
“Untuk saya pribadi, kemenangan ini sangat emosional, sangat berarti. Kebanggaan untuk saya mempersembahkan ini buat papa saya, tahun lalu papa dan keluarga ada di sini,” kata Daniel.
“Saya merasa senang dan bangga, ini suatu mukjizat juga kalau saya dan Leo bisa mempersembahkan gelar ini untuk papa di surga,” ujarnya menambahkan.
Hujan deras pada Minggu malam terakhir bulan Januari itu pun berhenti seraya ganda putra peringkat 11 dunia tersebut turun dari podium kemenangan. Selayaknya peribahasa “terang kabut, teduh hujan”, setelah momen-momen yang berat, pasti akan ada kebahagiaan yang menanti di lain hari.
Dan fakta bahwa kemarau gelar ganda putra Indonesia kini berakhir di Istora.Tersisip harapan bahwa ini akan menjadi pertanda dan tahun yang baik bagi konsistensi para atlet kebanggaan bangsa, yang telah menanti di depan mata.