Jakarta (ANTARA) - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz menilai perlu ada koordinasi antara dinas kesehatan wilayah setempat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencegah anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) sakit atau meninggal dunia.
"Harus ada kerja sama yang kuat antara KPU dengan dinas kesehatan, kemudahan menyediakan fasilitas mumpuni dalam melayani anggota KPPS yang meninggal dunia," kata Kahfi saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Kahfi dan jajarannya di beberapa tempat pemungutan suara (TPS), dia melihat minim fasilitas kesehatan yang disediakan pihak KPU ataupun Dinas Kesehatan untuk KPPS.
Baca juga: KPU Rejang Lebong santuni anggota pengamanan TPS yang meninggal dunia
Padahal, petugas KPPS sangat memerlukan pengawasan kondisi fisik mengingat jam kerja yang kerap berlebihan.
Hal tersebut lah yang menurut Kahfi menjadi penyebab banyaknya KPPS yang jatuh sakit hingga meninggal dunia.
"Memang ada beberapa mitigasi seperti misalnya mitigasi menurunkan usia maksimal anggota KPPS sebagai syarat tapi ini saja tidak cukup," kata dia.
Dengan terpenuhinya fasilitas kesehatan untuk para PPKS, Kahfi yakin angka petugas yang jatuh sakit hingga meninggal karena bertugas bisa ditekan.
Baca juga: KPU beri santunan Rp46 juta Linmas meninggal dunia
Sebanyak 108 petugas pemilu yang tergabung dalam beberapa kelompok, seperti KPPS, Perlindungan Masyarakat (Linmas), dan saksi, meninggal per 22 Februari.
Data dari Kementerian Kesehatan yang diterima di Jakarta, Sabtu, menunjukkan, angka kematian tersebut, yang dihitung sejak tanggal 10 Februari, mencakup 58 anggota KPPS, 20 anggota Linmas, 12 petugas, sembilan saksi, enam anggota Badan Pengawas Pemilu, serta tiga anggota Panitia Pemungutan Suara.
Adapun penyebab kematian tertinggi yaitu penyakit jantung (30), disusul dengan kecelakaan (9), hipertensi (9), dan syok septik (8).
Kemudian gangguan pernapasan akut (6), penyakit serebrovaskular (6), diabetes melitus (4), kematian jantung mendadak (2), kegagalan multiorgan (2). Yang lainnya yaitu asma, sesak nafas, dehidrasi, TB paru, penyakit ginjal kronis, masing-masing sebanyak satu kejadian.
Penyebab kematian 27 orang masih tengah dikonfirmasi.
Menurut rentang usia, empat orang yang meninggal berusia di atas 60 tahun, 34 orang berusia 51-60 tahun, 30 orang berusia 41-50 tahun, 19 orang berusia 31-40 tahun, 17 orang berusia 21-30 tahun, dan empat orang berusia 17-20 tahun.
Baca juga: Pembayaran honor KPPS Bengkulu ditargetkan selesai akhir Februari
Sedangkan menurut sebaran, daerah dengan kematian tertinggi adalah Jawa Barat (27), kemudian Jawa Timur (24), dan Jawa Tengah (16), serta DKI Jakarta (9).
Kemudian Sulawesi Selatan (7), Banten (6), dan Kalimantan Barat (3). Di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, dan Sulawesi Utara, di masing-masing provinsi tersebut ada dua yang meninggal.
Sementara itu di Aceh, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur, dan Maluku, masing-masing provinsi itu satu yang meninggal.
Kementerian Kesehatan juga menyatakan bahwa ada 14.364 petugas pemilu yang tengah dirawat, dengan kelompok yang paling banyak yaitu KPPS sebanyak 7.221 orang, petugas sebanyak 1.779 orang, dan PPS sebanyak 1.709 orang.
Kemudian saksi 1.331, anggota Linmas 1.122 orang, anggota Bawaslu 693 orang, dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) 509 orang.
Pasien terbanyak dari kelompok usia 21-30 tahun yaitu 4.024 orang, 41-50 tahun yaitu 3.608 orang, 31-40 tahun sebanyak 3.351 orang, 51-60 tahun sebanyak 2.098 orang, 17-20 tahun sebanyak 858 orang, dan di atas 60 tahun sebanyak 425 orang.
Para pasien tersebut dirawat karena mengidap berbagai penyakit, antara lain penyakit pada kerongkongan, lambung, dan usus 12 jari; hipertensi; infeksi saluran pernafasan bagian atas akut; gangguan jaringan lunak; radang paru-paru, infeksi usus, dan penyakit telinga bagian dalam.
Perludem nilai KPU harus perkuat koordinasi dengan dinas kesehatan
Selasa, 27 Februari 2024 16:05 WIB 1143