Jakarta (ANTARA) - Kuasa Hukum pengadu atau korban kasus dugaan asusila yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan, menjelaskan bahwa korban memang sengaja menghadiri persidangan.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi pertanyaan awak media terkait alasan kenapa korban harus berhadapan secara langsung dengan terduga pelaku dalam persidangan perdana kasus itu yang berlangsung kurang lebih delapan jam atau berakhir sekitar pukul 17.15 WIB.
"Jadi, alasan utamanya adalah yang mau itu adalah korbannya. Kenapa? Karena dia merasa betul-betul violated, dan dia ingin memperjuangkan nasibnya sendiri," kata Aristo di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Jakarta, Rabu.
Sementara itu, ia menyebut seharusnya teradu atau Hasyim merasa malu dengan keinginan korban untuk mengonfrontasi secara langsung tentang situasi yang dialaminya.
"Saya rasa justru itu sangat membantu, dan sangat diapresiasi oleh DKPP. Jadi, ada tanya jawab langsung. Justru banyak tanya jawab langsung antara pengadu dan teradu. Lalu, juga dengan Majelis DKPP," ujarnya.
Walaupun demikian, ia menjelaskan bahwa korban tetap didampingi oleh psikolog selama hadir di persidangan.
"Tadi luar biasa. Sidang itu dihentikan beberapa waktu ya, makanya ada psikolog klinis," jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga ikut memantau proses kasus tersebut.
"Mereka juga sempat memberikan advice (saran). Misalnya, ketika korban itu tidak mampu mengontrol dirinya jadi sidang dihentikan, makanya jadi agak lama (persidangannya)," katanya.
Sebelumnya, pada Kamis (18/4), Hasyim Asy'ari dilaporkan kepada DKPP RI oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kuasa Hukum korban Maria Dianita Prosperianti menjelaskan bahwa perbuatan Hasyim sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Maria mengatakan bahwa dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim.
Ia menyebut Hasyim mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu juga memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," katanya.
Kuasa hukum: Korban dugaan asusila Hasyim ingin perjuangkan nasib
Kamis, 23 Mei 2024 6:29 WIB 981