Tindakan walkout tersebut merupakan gertakan komunitas internasional terhadap otoritas Israel dan Netanyahu yang terus mengabaikan desakan dunia untuk menghentikan aksinya.
SMU PBB tahun ini telah menjadi wahana bagi negara-negara dunia menyampaikan satu suara mereka kepada Israel untuk mendesak penghentian agresinya di Jalur Gaza dan, kini, Lebanon.
Tekanan dunia kepada Israel untuk menghentikan serangannya di Gaza dan daerah sekitarnya tak hanya dilakukan demi menyelamatkan jiwa rakyat Palestina, namun juga untuk menjaga martabat hukum internasional yang tajinya kini tergerus oleh aksi Israel.
Pasalnya, meski pelanggaran hukum internasional dan hukum kemanusiaan yang dilakukan Israel tak terhitung, rezim Zionis tetap percaya diri mengabaikan resolusi PBB untuk menghentikan aksinya.
Veto simpatik Amerika Serikat terhadap Israel di DK PBB pun terus merintangi upaya mencapai penyelesaian konflik di Palestina.
Bahkan, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu RI Sidharto R. Suryodipuro mengakui kegagalan dunia memastikan hukum internasional ditegakkan dalam konflik di Timur Tengah memiliki ramifikasi hingga tingkat global, termasuk di lingkup ASEAN yang jaraknya beribu-ribu kilometer dari Timur Tengah.
Dunia tak bisa hanya menunggu pihak-pihak berkonflik di Timur Tengah menunjukkan itikad baiknya mengakhiri perang lewat diplomasi; desakan dan tekanan dari komunitas internasional tetap dan selalu penting.
Dewan Keamanan PBB pun memiliki peran kunci dalam menghentikan agresi Israel ke Gaza dan meredakan ketegangan di Timur Tengah, karena hanya badan itulah yang dapat “memaksakan” resolusinya dijalankan oleh negara anggota PBB.
Kita juga tak boleh melupakan begitu saja pesan Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa yang ia sampaikan di hadapan Dewan Keamanan PBB, “Akhiri impunitas, maka penjajahan Israel akan berakhir. Akhiri penjajahan Israel, maka kami akan mencapai perdamaian dan keamanan bersama”.