Menteri Erick mengatakan sebagai penetrasi awal, mobil konseling tersebut akan difokuskan di wilayah Jakarta terlebih dahulu, mengingat kebutuhan konselor cukup tinggi yakni 1 berbanding 250 siswa, serta baru 40 persen sekolah yang memiliki fasilitas ini.
"Kita coba, tadi punya pemikiran bagaimana kita datang ke sekolah-sekolah dengan mobil ada konseling supaya jangan sampai mental health ini stigmanya langsung gila," kata Menteri Erick dalam acara Mendengar Jiwa di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, pihaknya saat ini tengah berfokus untuk menjaga kesehatan mental para pelajar di Indonesia. Itu karena dari data yang ada, sebanyak 60,17 persen siswa SMP-SMA menunjukkan gejala gangguan mental emosional.
Apabila dirinci, sebanyak 44,54 persen merasa kesepian, 40,75 persen merasa cemas, serta 7,33 persen memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan Yayasan BUMN tidak bisa menyelesaikan permasalahan kesehatan mental sendirian. Disampaikannya perlu kolaborasi semua pihak agar persoalan ini tidak memberikan dampak buruk berkepanjangan kepada para remaja Indonesia.
"Mungkin kita bisa bantu dengan segala network kita, dengan segala ekosistem yang kita punya," katanya.
Sebelumnya, dirinya menyatakan Yayasan BUMN memfokuskan (refocusing) untuk mencari solusi terhadap tiga isu utama, yakni kesehatan ibu dan anak, kesehatan mental, serta kerusakan lingkungan.
Refocusing pada isu kesehatan ibu dan anak dilakukan Yayasan BUMN karena 149 juta anak di dunia mengalami stunting atau tengkes, dan 6,3 juta di antaranya berada di Indonesia.
Sementara untuk kesehatan mental, menurut data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022, tercatat bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, serta 61 persen remaja pernah mengalami pemikiran untuk bunuh diri, dan hanya 10,4 persen yang menerima perawatan.
Sedangkan untuk isu kerusakan lingkungan, dirinya menyampaikan Indonesia merupakan pengguna pestisida terbesar ketiga di dunia.