Denpasar (ANTARA) - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni meminta maaf kepada seluruh masyarakat Papua atas tindakan pembakaran Mahkota Cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Daerah (BKSDA) Papua.
“Atas nama Kementerian Kehutanan, saya mohon maaf agar apa yang terjadi ini menjadi catatan dan saya rencana hari ini akan mengumpulkan secara Zoom (daring) seluruh BKSDA untuk menginventarisasi lagi apa yang di masyarakat itu dianggap tabu atau sakral, sehingga ketika ada penegakan hukum tidak melanggar hal semacam ini,” kata Menhut Raja Juli Antoni.
Menhut dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI di Denpasar, Bali, Senin, terlebih dahulu menjelaskan bahwa pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota Cenderawasih dalam proses penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar dilindungi bukan hal yang salah.
Secara hukum tindakan tersebut benar, kata dia, namun jika memperhatikan kearifan lokal, tindakan jajarannya tidak kontekstual yang mengakibatkan ketersinggungan masyarakat Papua.
Ada norma yang harusnya dipahami BKSDA, sehingga kemarin Menhut Raja Juli telah mengutus eselon satunya turun langsung ke tanah Papua untuk berdialog dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan mahasiswa.
“Jadi agar hal ini tidak terjadi di Papua, juga di Bali, dan sebagainya. Saya akan mengumpulkan semua kepala balai secara daring untuk menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal, tabu, istilah-istilah lokal yang mengarahkan untuk kita berhati-hati,” ujarnya.
Berangkat dari kasus Mahkota Cenderawasih, Menhut menyoroti hal yang lebih penting yaitu tantangan pertumbuhan liar endemik Cenderawasih, sehingga meminta masyarakat Papua menjaga kekayaannya.
