"Aksi damai diikuti 2.000 orang nelayan akan turun ke jalan hari ini, menuntut pembersihan trawl dari laut Bengkulu," kata Koordinator aksi dari Kelurahan Pasar Malabero, Rahmat Syah di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan para nelayan yang bergabung dalam Aliansi Nelayan Tradisional Bengkulu (ANTB) antara lain berasal dari Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Seluma.
Aksi para nelayan tersebut direncanakan mengambil titik kumpul di bundaran tugu pena Kelurahan Malabero, selanjutnya memasuki jalan Soeprapto, Jalan S Parman dan Jalan Pembangunan menuju Kantor Gubernur Bengkulu.
Para nelayan kata Rahmat terpaksa turun ke jalan untuk menuntut penegakan hukum yang tegas atas kapal-kapal pengguna trawl yang masih beroperasi di wilayah perairan Bengkulu.
Padahal, penggunaan alat penangkapan ikan itu sudah dilarang pemerintah melalui sejumlah aturan antara lain Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl (Pukat Harimau) dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan (API) Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
"Faktanya kapal-kapal pengguna alat tangkap ini masih beroperasi di laut Bengkulu dan ini semakin meresahkan nelayan tradisional," ucapnya.
Ia pun mengingatkan konflik antar-nelayan di laut Bengkulu pada kurun 1999-2000 yang menimbulkan gejolak sosial bahkan bentrok antar-nelayan yang berakhir dengan pembakaran sejumlah kapal pengguna trawl.
Nelayan lainnya, Anton mengatakan ketegasan aparat pemerintah menegakkan aturan menjadi kunci pemberantasan penggunaan alat penangkap ikan
terlarang itu.
"Kalau aturan ditegakkan tentu nelayan akan nyaman melaut dan keberlanjutan sumber daya kelautan juga terjaga," ucapnya.
Tiga hari sebelumnya pada Jumat (16/2) malam, Pelaksana tugas Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah memfasilitasi pertemuan antara perwakilan nelayan tradisional dan nelayan pengguna trawl.
Dalam pertemuan itu Plt Gubernur menawarkan pembagian zona penangkapan ikan yakni 0-4 mil laut untuk nelayan tradisional dan di atas 4 mil untuk pengguna trawl.
"Nelayan tradisional menolak keras kebijakan itu karena mengakomodir trawl adalah tindakan melanggar hukum," kata Anton.
Baca juga: Nelayan tuntut pembersihan trawl di Bengkulu