"Pak Presiden kami mau sekolah kami dikembalikan lagi. Kami mau ujian, masa kami ujian di jalan, kayak gembel. Kami tidak mau," teriak Deca, bocah perempuan yang kini duduk di kelas 6 B SD Negeri 62 Kota Bengkulu saat berorasi di Simpang Lima Ratu Samban, Jum'at.

Bukan merengek meminta tambahan uang jajan atau mengiba agar diajak jalan-jalan, pagi ini persis di jantung Kota Bengkulu, tempat dimana monumen Ibu Agung Fatmawati akan dibangun, Deca bersama puluhan siswa SDN 62 lainnya menggelar aksi solidaritas.

Tuntutan mereka tak main-main; menuntut agar bisa kembali belajar di sekolah yang saat ini di segel pihak ahli waris. Menuntut hak sebagai warga negara atas kepastian memperoleh pendidikan yang layak sebagaimana diamanahkan Undang-undang Dasar 1945.

Selama ini, bocah-bocah sekolah dasar ini hanya menggelar aksi diseputaran pekarangan sekolah saja. Seperti aksi belajar di luar gedung sekolah dan aksi mogok belajar. Kali ini, bocah-bocah ini seolah menunjukan kedewasaannya.

Baca juga: Wali murid SD 62 Kota Bengkulu akan mengadu ke Jokowi

Seperti pagi ini mereka yang seharusnya berada di kelas. Bergumul dengan pena dan buku. Mendengarkan guru menyampaikan nasihat dan materi pelajaran. Tapi mereka memilih turun ke jalan, bergelut dengan teriknya matahari dan bisingnya suara kendaraan.

Berlagak bak aktivis. Memanggul megaphone dan membentangkan poster, bocah-bocah ini memuntahkan kekesalannya terhadap pemerintah yang dianggap telah menelantarkan mereka. Kekesalan yang selama ini hanya berkutat sebatas pagar sekolah saja akhirnya keluar.

Dengan polosnya, mereka menagih janji-janji pemerintah yang katanya akan segera menyelesaikan persoalan sekolah mereka. Solusi Pemerintah Kota Bengkulu yang menitipkan sementara siswa ini belajar di sekolah lain menurut mereka ibarat hanya sebagai upaya meninabobokan saja, tak menyentuh substansi masalah.

Sesaat, suara cempreng bocah-bocah ini berorasi membisukan suara lalu-lalang kendaraan. Mata pengendara tertuju pada unjuk rasa yang tak biasa ini. 

"Pak walikota bayarlah sekolah kami. Kami tidak butuh janji. Kami butuh kepastian. Janji-janji terus tapi tidak dibayar," kata Deca yang disambut teriakan oleh teman-temannya yang lain.

"Jangan buat jalan terus, sekolah kami dipikirkan juga," sambungnya.

Baca juga: Dewan kota siapkan Rp2,5 miliar beli lahan baru untuk SDN 62

Selain orasi, bocah-bocah ini juga melakukan penggalangan dana di setiap sudut Simpang Lima Ratu Samban. Hasil penggalangan dana ini akan diserahkan ke Pemerintah Kota Benglulu untuk membantu membayar ganti rugi lahan sekolah ke ahli waris.

"Total uang yang terkumpul hari ini sekitar 980 ribu. Kami ucapkan terima kasih kepada masyarakat sudah membantu," kata Koordinator wali murid SDN 62 Kota Bengkulu Ujang Saidina.

Ujang mengatakan, para wali murid sudah sepakat untuk tidak mau lagi anaknya dititipkan belajar ke SD 51 dan SD 59. Selain karena jarak yang cukup jauh dari pemukiman mereka, di sekolah titipan siswa tidak maksimal mengikuti pelajaran.

Hal itu karena para siswa SD 62 ini harus masuk siang dan pulang pada sore hari karena harus berbagi tempat dengan siswa sekolah asal. Perubahan waktu belajar ini juga dianggap mempengaruhi daya siswa menyerap pelajaran.

Terhitung sejak hari ini, siswa SD 62 belajar di lapangan terbuka yang tak jauh dari lokasi SDN 62 di Kelurahan Sawah Lebar. Lapangan ini ternyata milik Bupati Rejang Lebong Ahmad Hijazi. Wali murid menyebut telah meminta izin untuk menggunakan lahan tersebut.

Permintaan wali murid agar siswa belajar di lapangan yang tak jauh dari pemukiman mereka ini tak mendapat dukungan dari sekolah. Para guru disebut tidak mau mengajar di lapangan terbuka. Ada dugaan, para guru ini mendapat tekanan dari oknum lain.

Walikota Bengkulu Helmi Hasan saat dikonfirmasi usai gelaran aksi demonstrasi para siswa SDN 62 mengatakan, pada dasarnya persoalan SDN 62 telah selesai. Ia bahkan mempertanyakan soal aksi para siswa dan wali murid ini yang seolah-olah menunjukan ada persoalan. Padahal, sambung Helmi, persoalan itu telah selesai.

Baca juga: Penyegelan SDN 62, pemkot dan sekolah tidak punya itikad baik

Kata Helmi, upaya Pemerintah Kota Bengkulu menyelamatkan para siswa sudah jelas dan nyata. Jadi tidak benar jika ada anggapan yang menyebut Pemkot Bengkulu tidak memikirkan nasib para siswa.

Siswa SD 62 sementara waktu diminta untuk mengikuti pelajaran di sekolah lain menjelang bangunan sekolah mereka yang baru selesai dibangun.

Kata Helmi, Pemkot Bengkulu telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk pengadaan lahan sekolah yang baru. Sedangkan anggaran untuk fisiknya bersumber dari Kementerian Pendidikan.

"Pemerintah kota sudah maksimal. Kita sudah anggarkan untuk lahan yang baru. Anggaran pembangunannya sudah disipakan pemerintah pusat," tegas Helmi.

Helmi juga menyinggung soal para wali murid yang kemarin, Kamis (22/8) sempat mengadu ke Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk membantu menyelesaikan persoalan SDN 62. Sekali lagi Helmi menegaskan, persoalan SD 62 sudah selesai.

Walaupun demikian, Helmi tetap menghargai upaya Gubernur Bengkulu Rohidin Merysah yang berniat menggelontorkan dana dari APBD Provinsi Bengkulu sebesar Rp1,4 miliar untuk membantu membayar ganti rugi lahan.

Baca juga: Penyegelan SDN 62 kota, preseden buruk bagi pemenuhan hak-hak dasar anak

Namun niat gubernur membantu Rp1,4 miliar ini dinilai Helmi sebagai upaya yang tanggung. Seharusnya dengan jumlah APBD Provinsi Bengkulu yang tidak banyak terserap sehingga menjadi Silpa, gubernur seharusnya bisa membantu membayar seluruhnya yakni Rp3,4 miliar ke ahli waris.

"Jadi pak gubernur yang sudah mengambil alih kami persilahkan. Kami ikhlas dan legowo. Jangan tanggung-tanggung bayarkan yang 3,4 miliar. Kan uangnya ada, surplus ratusan miliar, bingung mau belanjainnya," papar Helmi.

Polemik sengketa lahan SDN 62 ini bagai magnet yang terus menarik banyak pihak untuk mendekat. Ironinya, semakin banyak pihak yang terlibat bukan semakin menyelesaikan masalah, namun semakin pula masalah ini melebar. 

Ibarat bola salju. Dari hari ke hari, polemik SDN 62 terus menggelinding dan membesar. Menyeret elit-elit politik di Bengkulu untuk masuk kedalam lingkaran.

Teranyar, anggota DPD RI dari daerah pemilihan Provinsi Bengkulu yang terpilih untuk kali kedua, Ahmad Kanedy diketahui telah mengirimkan surat kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Senator asal Bengkulu ini meminta pemerintah pusat dapat membantu menyelesaikan polemik SDN 62 Kota Bengkulu. Ia berdalih jika tidak segera diselesaikan, akan memberikan pengaruh buruk terhadap proses belajar siswa.

Surat ini dengan kop DPD RI bernomor 017/DPD-RI B-25/Eks/B/8/19 ini diketahui ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo, Ketua DPD RI, Gubernur Bengkulu dan Ketua DPRD Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Pemkot segera pindahkan SDN 62 Sawah Lebar

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019