Mukomuko (ANTARA) - Petani di sejumlah desa di Kecamatan Malin Deman dan Air Rami mendesak pemerintah Provinsi Bengkulu untuk turun tangan menyelesaikan konflik lahan antara para petani dengan PT Daria Dharma Pratama (DDP).
Ketua Serikat Petani Pejuang Bumi Sejahtera, Edy Supri dalam rilis yang diterima ANTARA di Bengkulu mengatakan konflik lahan yang berlarut sejak sekitar tahun 2006 ini berpotensi menimbulkan konflik sosial bila tidak seger diselesaikan.“Ini masalah yang sudah berlarut dan rowan konflik sosial di lapagan karena masyarakat menduga perusahaan menggarap di luar HGU,” kata Edy.
Ia mengatakan bentrok antara petani dengan karyawan perusahaan masih terjadi di lapangan seperti kejadian pada 10 Februari 2021, kedua pihak kembali adu argumen di lokasi konflik.
Edy mengatakan warga mendesak perusahaan memasang papan informasi berisi tentang informasi HGU, luas lahan dan tahun penerbitan.
Kemudian patok batas HGU perusahaan itu di pasang jelas mengikuti peta yang dikeluarkan oleh BPN.
“Berulangkali kami menantang pihak perusahaan memasang papan informasi itu tapi tidak pernah dilakukan, ini menambah kecurigaan kami bahwa mereka menggarap lahan ilegal,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa dalam sejumlah dokumen yang diakses warga, bahwa PT DDP hanya menggarap lahan bekas HGU PT Mutiara Tata Nusa yang terdapat di Desa Dusun Pulau Kecamatan Air Rami dan Lubuk Talang Kecamatan Malin Deman selas 2.200 ha dan bekas HGU PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) seluas 1.800 ha.
Namun kenyataan di lapangan, perusahaan juga menggarap lahan hingga ke Desa Semambang Makmur, Talang Arah, Bukit Harapan dan Serambi Baru serta Talang Baru dengan luas garapa saat ini lebih 6.000 ha.
“Kuat dugaan kami, perusahaan menggarap dengan ilegal di desa yang tidak masuk dalam bekas HGU PT Mutiara Tata Nusa dan PT BBS karena berulangkali kami meminta bukti HGU tidak bisa ditunjukkan perusahaan,” kata Edy.
Ia mengatakan saat ini masyarakat dari tujuh desa yakni Desa Talang Baru, Talang Arah, Serambi Baru, Lubuk Talang, Air Merah, Semambang Makmur, dan Bukit Harapan yang bergabung dalam Serikat Petani Pejuang Bumi Sejahtera masih berjuang mempertahankan tanah garapan mereka seluas 453 hektare.
Petani meminta pemerintah daerah turun tangan menyelesaikan konflik ini kebab banyak petani menggantungkan hidup dari lahan garapan yang sebagian dikelola turun temurun.
Sementara Humas PT DDP, Samirana saat dikonfirmasi lewat pesan singkat melalui pesan tidak memberikan tanggapan.