Jakarta, (Antara Bengkulu) - LSM Koalisi Pendidikan menyatakan wacana tes keperawanan yang digagas Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, melanggar hak seluruh warga negara yang layak mendapatkan pendidikan.
Siaran pers Koalisi Pendidikan yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyebutkan pemicu munculnya wacana tes keperawanan adalah keprihatinan pihak Disdik Prabumulih atas maraknya perilaku mesum dan praktik prostitusi di kalangan remaja dengan harapan setelah tes keperawanan diterapkan, perilaku negatif tersebut akan berkurang.
Koalisi menegaskan, wacana tes keperawanan tersebut menjadi masalah besar, terutama karena ketidakjelasan maksud dan relevansi tes keperawanan terhadap siswi perempuan dengan pendidikan.
Padahal, hak atas pendidikan diatur secara jelas dalam pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, begitu pula dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebegitu mendasarnya hak untuk memperoleh pendidikan, hingga hak itu diatur dalam konstitusi sebagai hak konstitusi warga negara. Hak atas pendidikan ini tidak dapat dikurangi atas dasar apapun.
Selain itu, tes keperawanan juga tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003.
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pasal 5 ayat (5) dalam undang-undang yang sama juga menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Ketika tes keperawanan menjadi salah satu parameter untuk melakukan seleksi atas layak-tidaknya seorang siswi melanjutkan pendidikan ke SMA sederajat, hal tersebut secara nyata telah mencederai hak dan HAM warga negara.
Koalisi juga menyatakan bahwa Dinas Pendidikan Prabumulih secara jelas telah memperlihatkan ketidaksensitifan dan ketidakberpihakannya kepada penyelenggaraan pendidikan yang setara, terutama bagi perempuan.
Jika wacana tes keperawanan benar dilakukan, Koalisi Pendidikan akan mengajukan surat permintaan informasi anggaran untuk pelaksanaan tes tersebut sedetail-detailnya.
Permintaan ini didasarkan pada UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik) dimana program atau kegiatan yang didanai APBN dan APBD harus dibuka pada publik.
Koalisi menegaskan agar anggaran yang dipergunakan untuk tes keperawanan tidak malah menyebabkan pemborosan anggaran pendidikan untuk kegiatan yang tidak bermanfaat.*