Tempe yang menjadi salah satu makanan berprotein nabati
mengandalkan bahan baku utama kedelai meski ada produsen yang sedikit nakal mencampur dengan jagung.
Namun sejak melonjaknya harga kedelai, pembuat tempe kian terpuruk karena antara biaya produksi dan pendapatannya tak imbang lagi, bahkan mereka ada yang menyatakan bisa gulung tikar.
Dampak kekurangan pasokan dirasakan perajin olahan kedelai di seluruh negeri termasuk di Bumi Rafflesia, sehingga membuat mereka mendatangi kantor wali kota untuk menanyakan mekanisme dan penanganannya.
Ketua Koperasi Harapan Baru, usaha olahan kedelai, Agus Yunus bersama teman pengusaha lainnya mendatangi Kantor Wali Kota Bengkulu awal pekan ini, dengan membawa harapan agar pemerintah setempat mampu mangatasi kekurangan distribusi kedelai di daerah itu.
"Sudah sepekan terakhir harga kedelai berkisar di harga 9.000 rupiah per kilo, kalau seperti ini terus ke depannya kami tidak mampu lagi untuk membuat olahan kedelai, pengusaha olahan kedelai yang menjadi anggota koperasi Harapan Baru ada 115 orang, dan semuanya terancam tidak bisa produksi lagi," kata dia saat itu.
Perajin olahan kedelai Kota Bengkulu juga berharap dapat bekerjasama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) setempat untuk mendapatkan suplai bahan baku kedelai yang lebih murah.
"Kami berharap dapat menjalin kerja sama, karena kami tidak sanggup lagi membeli lewat tengkulak, mereka (tengkulak) biasanya mematok harga sesuai dengan keinginan mereka," kata Ketua Koperasi Harapan baru, yang bergerak dibidang kerajinan olahan kedelai Agus Yunus.
Menurut dia harga kedelai dipatok tengkulak cukup tinggi sehingga membuat biaya produksi olahan kedelai seperti tempe dan tahu menjadi membengkak.
"Harga kedelai dan biaya produksi benar-benar tidak sebanding dengan hasil yang akan kita pasarkan, kita tidak mungkin menaikkan harga tahu dan tempe, karena tidak mungkin harganya melebihi harga daging ikan dan ayam," kata dia.
Memperkecil cetakan tahu maupun tempe, kata dia, tidak membantu untuk menekan kerugian karena mahalnya komoditas kedelai.
"Kami sudah coba siasati, termasuk mengurangi kualitasnya, namun itu tetap tidak membantu," kata Agus.
Dia mengkhawatirkan krisis kedelai dipasaran mengakibatkan pengusaha tahu, tempe maupun susu kedelai tidak dapat beroperasi.
"Kami para perajin cemas krisis berkepanjangan terulang lagi seperti tahun lalu, sehingga para perajin olahan kedelai tidak bisa produksi dan kita bisa gulung tikar," kata dia.
Dia juga berharap pemerintah setempat dapat memfasilitasi para perajin untuk mendapatkan suplai komoditas kedelai dengan harga yang terjangkau.
"Semoga Pemerintah Kota Bengkulu dapat memfasilitasi kami untuk mendapatkan kedelai subsidi dari pemerintah pusat melalui kerjasama dengan Bulog," kata dia.
Antisipasi Penimbun
Pemerintah Kota Bengkulu meningkatkan pengawasan dan pemantauan ke gudang-gudang distributor kedelai untuk mengantisipasi penimbunan sehingga menganggu kestabilan harga.
"Pengawasan distributor ditingkatkan karena ada indikasi penimbunan sehingga harga melambung," kata Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan.
Ia mengatakan persoalan kedelai cukup kompleks, apalagi dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Selain itu menurut Wali Kota, Dinas Pertanian juga diproyeksikan untuk mengembangkan budidaya komoditas kedelai di Kota Bengkulu.
"Perlu kajian dari dinas pertanian untuk pengembangan komoditas kedelai, sehingga kita tidak tergantung pada ekspor," tambahnya.
Menurut dia, pemerintah akan mendukung petani dari sisi permodalan untuk menanam kedelai.
Dengan pengembangan komoditas tersebut, pedagang olahan kedelai tidak bergantung dari ketersediaan kedelai di pasaran.
Selain itu, Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan mengajak perajin olahan kedelai untuk menanam kedelai sebagai solusi mengatasi kenaikan harga.
"Setiap kedelai naik, kita terus mengeluh, tetapi tidak ada solusi untuk mengatasinya. Oleh sebab itu untuk solusi terbaik, sebaiknya kita menanam kedelai untuk mengatasi kekurangan pasokan kedelai," kata dia.
Menurut dia, pemerintah setempat akan mendukung perajin untuk menanam kedelai dari sisi permodalan.
"Jadi selain membuat tempe, tahu, maupun susu kedelai kita juga menanam kedelai yang menjadi bahan pokok selama ini, sehingga kita tidak lagi bergantung dari ketersediaan kedelai di pasaran, dan pemerintah siap membantu untuk modalnya bahkan bibitnya pun akan kita usahakan dari dinas pertanian," kata dia.
Selain solusi jangka panjang, menurut dia, pihaknya juga akan mengusahakan solusi cepat untuk mengatasi kelangkaan kedelai yang berimbas dengan naiknya harga hasil pertanian tersebut.
"Kita akan langsung berkoordinasi ke Bulog Bengkulu hari ini juga untuk mengatasi masalah kedelai ini, jika stok di Bulog mencukupi maka akan kita usahakan untuk didistribusikan langsung kepada pengusaha tempe, tahu maupun pengusaha susu kedelai," kata Helmi.
Perluas Penanaman
Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu menargetkan penanaman kedelai seluas 8.147 hektare dengan produksi 8.055 ton pada 2013.
"Target ini dari pemerintah pusat, untuk meningkatkan luas panen dan produksi harus ditingkatkan apalagi harga kedelai terus meroket sehingga membebani produsen makanan tahu dan tempe," kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu Edi Nevian.
Ia mengatakan, lahan swadaya petani untuk tanaman kedelai yang ada saat ini seluas 2.547 hektare. Dengan kondisi tersebut, masih terdapat kekurangan seluas 5.600 hektare.
Pemerintah kabupaten dan kota kata dia sudah diimbau untuk memperluas penanaman komoditi kedelai sebab pemerintah pusat akan memberikan bantuan benih.
"Selain subsidi benih dari pemerintah pusat kami juga meningkatkan pembinaan kepada petani," tambahnya.
Secara umum menurut Edi, pengembangan komoditi kedelai terkendala iklim tropis di Indonesia.
Tanaman kedelai sangat cocok di daerah dataran tinggi, sehingga Eropa dan Amerika menjadi produsen utama kedelai dunia. Selain berkualitas, kedelai asal Eropa dan Amerika dijual dengan harga murah.
Sebaliknya, produksi Kedelai Indonesia berkualitas rendah, mulai ukuran hingga rasanya. Petani di Bengkulu juga menurut Edi tidak berani mengambil resiko karena pembudidayaan kedelai terbilang rumit.
"Produksi satu hektare maksimal menghasilkan dua ton, tapi umumnya satu ton," katanya.
Sedangkan harga kedelai di tingkat petani Rp5.000 per kilogram, artinya satu hektare Rp5 juta setiap empat bulan masa tanam.
Belum lagi perawatan yang harus intens karena rumput yang cepat tinggi dan rentan hancur terkena hujan.
Ia menambahkan, Kecamatan Bermani Ulu di Kabupaten Rejanglebong dulunya merupakan sentra tanaman kedelai. Selain berada di dataran tinggi, tanah di lokasi itu cocok untuk pengembangan kedelai.
"Tapi sekarang mayoritas petani beralih ke tanaman keras terutama kopi," katanya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu Muslih mengatakan kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor.
"Baik dari sisi harga, kualitas dan rasa. Kondisi ini menjadi penyebab utama petani kedelai di Indonesia banyak beralih pada komoditi lain," katanya.
Dari sisi ketahanan pangan, kata dia, tidak berbicara lokal atau berasal dari luar (impor), yang penting tersedia.
Begitu pula Pemerintah Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, saat ini tengah menyiapkan lahan seluas 1.000 hektare untuk pengembangan tananam kedelai.
"Lahan yang disiapkan seluas 1.000 hektare yang tersebar dalam Kecamatan Bermani Ulu Raya, Bermani Ulu, Kota Padang, Sindang Beliti Ilir, Sindang Beliti Ulu dan Kecamatan Curup Utara. Pengembangan tanaman kedelai ini untuk mendukung produksi daerah dan kebutuhan dalam negeri," kata Kepala Dinas Pertanian Rejanglebong, Redha Kusmartono, di Rejanglebong.
Pengembangan tanaman kedelai di daerah tersebut kata dia, akan dilaksanakan oleh 40 kelompok tani yang tersebar dalam enam kecamatan yang akan dimulai pada Oktober mendatang. Dalam pengembangan tanaman kedelai ini petani hanya diminta menyiapkan lahan sedangkan bibit serta obat-obatan akan dibantu oleh pemerintah pusat.
Terpilihnya daerah itu sebagai salah satu daerah pengembangan kedelai ini tambah dia, karena dinilai cocok untuk pembudidayaannya disamping didukung kondisi tanah juga iklim daerah.
Untuk itu dia berharap pengembangan tanaman kedelai dalam enam kecamatan ini nantinya dapat berjalan dengan baik, dan ditargetkan mampu menghasilkan 1.000 ton kedelai kualitas baik.
"Kami harapkan juga nantinya produksi kedelai ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Rejanglebong dan kebutuhan daerah lainnya serta dapat mengatasi kesulitan perajin tahu tempe ditengah melambungnya harga jual kedelai import belakangan ini," katanya.
Bengkulu upayakan pembuat tempe tak "memble"
Sabtu, 31 Agustus 2013 1:21 WIB 2361