Kuala Lumpur (ANTARA) - Pusat Penyelesaian Permasalahan Warga Negara Indonesia (P3WNI) di Malaysia meminta pemerintah Malaysia mengusut tuntas dugaan otopsi ilegal terhadap almarhum Hamal Saidiman, pekerja migran Indonesia (PMI) asal Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pada 1 Desember 2021.
“Dia meninggal dunia di tempat korban bekerja di sebuah perusahaan kapal penangkapan ikan berbendera Malaysia di wilayah Sabah. Meninggalnya menuai kecurigaan lantaran pihak keluarga diberi tahu bahwa dia meninggal karena penyempitan jantung, padahal almarhum tidak ada riwayat penyakit jantung, dengan kondisi organ tubuh bagian dalam hilang,” ujar Direktur Eksekutif P3WNI M. Zainul Arifin dalam keterangan yang dikirim ke Kuala Lumpur, Sabtu.
Direktur eksekutif LSM Indonesia itu mengatakan dirinya mendapatkan informasi dari istri almarhum, Herlina, pada Kamis malam (23/12), yang menyampaikan bahwa almarhum Saidiman meninggal dunia pada 1 Desember 2021 di tempat kerja dan setelah itu dibawa oleh teman korban, yang salah satunya bernama Rudi, ke Rumah Sakit Queen Elizabeth, Kota Kinabalu, Sabah.
“Diinformasikan oleh Rudi, sebelum meninggal dunia korban mengeluhkan sakit perut dan muntah-muntah, tidak lama kemudian meninggal dunia,” kata Zainul.
Pihak RS menyampaikan bahwa korban meninggal karena penyempitan jantung sehingga dianjurkan oleh pihak rumah sakit untuk dilakukan otopsi guna mengetahui lebih pasti apa sebenarnya penyebab almarhum meninggal.
“Pihak keluarga korban di kampung belum menyetujui untuk dilakukan otopsi, berselang beberapa hari tiba-tiba mendapat informasi dari teman korban bernama Rudi bahwa almarhum sudah diotopsi oleh pihak hospital, dengan alasan jika tidak dilakukan otopsi segera maka almarhum tidak dapat dipulangkan ke kampung halaman,” kata Zainul.
Mendengar informasi tersebut, ujar Zainul, keluarga korban terkejut dan keberatan atas apa yang dilakukan pihak rumah sakit, terlebih lagi informasi yang disampaikan teman korban bahwa organ dalam tubuh korban diambil semua dan hanya menyisakan usus.
“Setelah jenazah almarhum sampai di kediaman istri korban pada tanggal 22 Desember 2021, barulah mengetahui ada bekas sayatan dan jahitan di dada korban yang membuktikan telah dilakukan otopsi pembedahan,” katanya.
Selama ini yang sering terjadi di Malaysia adalah jika ada warga asing yang meninggal di negara tersebut harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu oleh pihak Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM).
“Apakah meninggal dunia dalam keadaan wajar ataukah tidak, terlebih lagi meninggal dunia di tempat ia bekerja, setelah itu pihak PDRM berkoordinasi dengan pihak perwakilan Indonesia di Sabah, dalam hal ini KJRI Kota Kinabalu, terkait informasi dan kebenaran status kewarganegaraan,” kata Zainul.
Kemudian, pihak rumah sakit baru akan mengambil tindakan otopsi setelah ada konfirmasi dari pihak PDRM dan mendapat izin dari pihak keluarga almarhum.
P3WNI sudah menelusuri informasi kepada KJRI Kota Kinabalu terkait PMI yang meninggal dunia dan kemudian mendapat jawaban bahwa KJRI sedang mendalami kasus tersebut.
Dari informasi tersebut, dapat dipastikan bahwa pihak KJRI Kota Kinabalu dan PDRM belum mendapatkan laporan dari teman ataupun keluarga korban atas meninggalnya almarhum, kata Zainul.
Sedangkan informasi yang didapatkan dari teman korban bernama Rudi, biaya pemulangan jenazah korban ditanggung oleh pihak KJRI, ujarnya.
“Biasanya jika ada korban WNI meninggal dunia harus mendapatkan surat kebenaran dari perwakilan Indonesia terkait pengantaran jenazah ke Indonesia atau apakah jenazah dikebumikan di Malaysia,” katanya.
P3WNI pada Jumat (24/12) sudah mendatangi Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta untuk mendesak agar Pemerintah Malaysia mengambil tindakan terhadap dugaan malapraktek Rumah Sakit Queen Elizabeth.
Selain itu, P3WNI membuat laporan resmi kepada BP2MI beserta Kementerian Luar Negeri RI untuk menyelidiki apakah penempatan korban bekerja ke Malaysia itu sudah sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan pasal 7 UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan kepada PMI sebelum, selama, dan setelah bekerja.
Sementara menurut pasal 29, pemerintah harus memberikan jaminan sosial bagi PMI dan keluarganya serta memberikan perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31, 34, 35 UU 18 tahun 2017.