Bengkulu, (Antara) - Pemerintah Provinsi Bengkulu meminta para pengusaha batubara di daerah itu membangun smelter untuk pengolahan atau pemurnian batubara sebelum diekspor.
"Perusahaan agar membangun smelter atau fasilitas pemurnian batubara sebelum diekspor, sesuai Undang-Undang Minerba," kata Asisten II Sekretaris Provinsi Bengkulu Bidang Perekonomian, Edy Waluyo, Senin.
Ia mengatakan batubara adalah salah satu komoditas pertambangan utama Provinsi Bengkulu.
Hingga saat ini produk tambang tersebut masih diekspor mentah dari Bengkulu.
Meski UU nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara diberlakukan sejak 12 Januari 2014, namun pemerintah belum menerbitkan peraturan lebih teknis.
"Meski saat ini Pemprov Bengkulu masih menunggu turunnya Peraturan Menteri sebagai petunjuk teknis UU Minerba, kami harapkan perusahaan membangun smelter," katanya.
Ia mengatakan terdapat enam mineral yang diperbolehkan ekspor dalam bentuk olahan (konsentrat) yakni tembaga, pasir besi, bijih besi, seng (Zn), timbal (timah hitam), dan mangaan.
Enam mineral lain, yakni emas, perak, bauksit, nikel, dan kromium harus dimurnikan terlebih dulu sebelum dapat diekspor.
Pemerintah pusat telah menetapkan batas waktu pelaksanaan pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara di Indonesia selama tiga tahun hingga 2017.
"Hingga batas waktu tersebut, seluruh daerah yang memiliki hasil bumi berupa mineral dan batubara harus memberlakukan," katanya.
Ia menjelaskan, semua pelaksanaan pengolahan dan pemurnian, termasuk waktu, teknis, dan batasan, penjualan akan diatur Peraturan Menteri.
Peraturan tersebut mengacu pada Pasal 103 dan 170 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
Ia menambahkan, pada pasal 103 menjelaskan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib melakukan pengolahan.
"Kemudian, pasal 170 pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian," lanjutnya.
Berdasarkan isi PP Nomor 1 Tahun 2014, pemegang IUP yang sudah melakukan pengolahan dan bagi pemegang kontrak karya yang sudah melakukan pemurnian dapat mengekspor produk mereka.
***2***