Mukomuko (ANTARA Bengkulu) - Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Agricinal terpaksa menghentikan sementara pembangunan kebun plasma petani di Kecamatan Pondok Suguh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, karena sisa lokasi berada dalam izin hak pengelolaan hutan milik PT Bathra Arga Timber.
"Baru seluas 600 dari 1.000 hektare lahan kebun plasma petani yang ditanami sawit karena sisa 400 hektare masuk izin hak pengelolaan hutan (HPH) PT Bathra Arga Timber (BAT)," kata anggota Komisi I DPRD Kabupaten Mukomuko Khaidir di Mukomuko, Minggu.
Jika persoalan status lahan saat ini masuk kawasan hutan produksi terbatas (HPT) maka masih ada upaya lain dari pemerintah setempat dengan cara mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan agar perubahan status menjadi area peruntukan lain.
Namun, dengan status kepemilikan lahan dalam kawasan HPT itu yang saat ini hak dari PT BAT maka untuk menggarap lahan tersebut membutuhkan persetujuan dari pemiliknya.
Menurut dia, saat pertemuan belum lama ini, pihak perusahaan menawarkan peserta plasma sebanyak 447 kepala keluarga membuat surat pernyataan yang disampaikan kepada manajemen PT BAT agar bersedia melepaskan lahan tersebut.
Tetapi tawaran itu belum ditanggapi oleh peserta kebun plasma tanaman sawit sehingga dalam pertemuan itu tidak ada kesepakatan.
"Kami juga menayarankan hal yang sama kepada masyarakat kini tinggal lagi dari mereka bersedia atau tidak karena tidak mungkin pembangunan kebun plasma dilanjutkan di lokasi yang sudah ada pemiliknya," ujarnya.
Terkait tuntutan peserta kebun plasma agar perusahaan memberikan kontribusi Rp1 juta perbulan menurut dia, sangat tidak mungkin bisa dipenuhi oleh perusahaan karena kebun yang telah ditanami seluas 600 hektare dan sudah menghasilkan seluas 200 hektare.
"Dengan kondisi kebun plasma yang belum menghasilkan semua sulit tuntutan itu bisa dipenuhi oleh perusahaan," katanya.
Kepala Desa Mekar Mulya Dedi Sebelumnya mengatakan, peserta plasma di desanya menuntut PT Agricinal memberikan kontribusi lebih besar dari hasil panen kebun plasma tanaman sawit mereka sebesar Rp juta per bulan.
"Saat ini kepala keluarga (KK) hanya mendapatkan sekitar Rp300.000 perbulan dinilai sangat kecil sehingga mereka menuntut kontribusi lebih besar dari PT Agricinal sebagai pengelola kebun plasma warga," ujarnya.
Perusahaan hanya mampu memberikan semua hasil dari panen kebun plasma yang telah mereka bangun tanpa potongan sebesar 30 persen namun ditolak warga.
Dari laporan PT Agricinal kebun plasma sawit hasil yang telah menghasilkan saat ini baru sekitar 75 ton dan belum mampu memberikan setiap kelapa keluarga sebesar Rp1 juta per bulan.
Jumlah keseluruhan peserta kebun plasma di dua desa sebanyak 447 kepala keluarga jika dibagikan dari hasil panen kebun plasma sebanyak 75 ton maka belum mampu membayar tuntutan warga tersebut, ujarnya. (fto)
Perusahaan hentikan sementara bangun kebun plasma
Minggu, 18 Maret 2012 18:53 WIB 1893
.....Baru seluas 600 dari 1.000 hektare lahan kebun plasma petani yang ditanami sawit karena sisa 400 hektare masuk izin hak pengelolaan hutan (HPH).....