Keberadaan calon anggota legislatif perempuan pada Pemilu 2014 patut diperhitungkan, karena mereka bisa menjadi "kuda hitam" dan mengungguli caleg laki-laki dengan banyaknya dukungan yang mengalir kepada mereka.
"Angka keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di parlemen merupakan angka minimal di mana suara perempuan diperhatikan dalam kehidupan publik, hal ini juga ditekankan oleh UNDP yang menyebutkan barometer kemajuan suatu bangsa dilihat dari keterwakilan perempuan di masing-masing parlemen," kata koordinator devisi sosialisasi dan informasi Pemilu KPU Kabupaten Rejanglebong, Mansurudin.
Peluang caleg perempuan di daerah itu pada Pemilu 2014 nanti kata dia, tidak bisa diprediksi mengingat mereka harus memiliki strategi tersendiri guna bersaing dengan caleg laki-laki yang selama ini telah mumpuni dan memiliki banyak strategi serta kemampuan finansial.
Kendati para caleg perempuan setempat banyak memliki kelebihan di antaranya dalam bidang pendidikan, pengalaman organisasi serta banyaknya jumlah pemilih perempuan yang terdata di DPT dibandingkan pemilih laki-laki, namun tidak menjadi jaminan mereka bisa terpilih.
Selain itu keberadaan caleg perempuan ini juga diuntungkan oleh peraturan KPU No.29/2013, tentang penetapan hasil Pemilu, perolehan kursi, calon terpilih dan penggantian calon terpilih dan Pemilu anggota DPRD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota pada pasal 42 ayat tiga (3) yang menyebutkan apabila dua calon berjenis kelamin berbeda, perempuan dan laki-laki memperoleh suara yang sama di suatu daerah pemilihan, maka calon perempuan ditetapkan sebagai nama calon terpilih anggota DPRD kabupaten/kota.
Pada Pemilu legislatif kali ini jumlah caleg perempuan yang diusung 12 parpol peserta Pemilu di daerah itu mencapai 125 orang yang terbagi dalam empat daerah pemilihan guna memperebutkan 30 kursi dewan, jumlah ini jika diprosentasekan mencapai 42,1 persen dari 337 jumlah caleg secara keseluruhan.
Kalangan ini akan memperebutkan pemilih yang terdata dalam DPT sebanyak 195.729 pemilih, yang tersebar dalam 156 desa dan kelurahan pada 15 kecamatan di daerah itu.
Keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2014 tersebut merupakan syarat mutlak pengajuan caleg oleh masing-masing parpol minimal 30 persen berasal dari caleg perempuan. Aturan ini tercantum di dalam UU No.8/2012, tentang Pemilu serta dikukuhkan dalam PKPU No.7/2013, tentang pencalonan anggota legislatif.
Sementara itu menurut tokoh perempuan Rejanglebong yang juga dosen STAIN Curup, Ulfah Harun, untuk memperoleh dukungan dari pemilih para caleg perempuan di daerah itu harus memiliki strategi khusus dan tidak bisa hanya mengandalkan emosi semata.
"Selama ini keberadaan caleg perempuan selalu kalah bersaing dengan caleg laki-laki, padahal kualitas caleg perempuan tidak kalah dari caleg laki-laki. Untuk itu para caleg perempuan di Kabupaten Rejanglebong pada Pemilu 9 April 2014 harus menyiapkan strategi khusus sehingga bisa merebut simpati pemilih di daerah pemilihan masing-masing," katanya.
Rendahnya angka keterwakilan perempuan di kursi dewan di Kabupaten Rejanglebong serta daerah lainnya di Provinsi Bengkulu saat ini kata dia, karena kaum perempuan kalah dalam strategi, kalah promosi maupun kesempatan tampil di muka umum.
Para caleg perempuan kalah bersaing dengan caleg laki-laki, kendati mereka unggul dalam bidang tertentu dan terkesan hanya mengandalkan semangat berpolitik semata.
Dalam berbagai seminar dan kegiatan kemasyarakatan maupun di perkuliahan, dirinya selalu mengingatkan agar masyarakat mengubah paradigma yang menyebutkan perempuan hanya bisa mengurusi rumah tangga semata sehingga belum layak menduduki jabatan publik dengan hak-hak yang sama dengan lelaki, walaupun mereka tidak bisa melupakan kodratnya sebagai wanita.
Masyarakat pemilih di Tanah Air saat ini kata dia, terbagi menjadi tiga bagian pertama pemilih rasional, kedua tradisional dan terakhir transaksional.
Jika pemilih rasional memilih berdasarkan hati nurani dengan mengedepankan pemikiran sedangkan pemilih tradisional kebanyakan hanya ikut-ikut memilih karena ada hubungan dengan caleg baik secara kekeluargaan, teman atau satu daerah. Dan untuk pemilih transaksional ini paling berbahaya, karena mereka hanya akan memilih jika ada imbalan atau memperjualbelikan suara mereka kepada para caleg atau melalui tim sukses caleg.
"Sekarang tergantung dengan kemampuan para caleg perempuan apakah mereka bisa mengubah cara pandang masyarakat ini, jika tidak bisa meyakinkan pemilih otomatis mereka akan kalah dengan caleg laki-laki yang memiliki kemampuan finansial maupun visi misi yang jelas," katanya.
Caleg Pelengkap
Pengamat politik Universitas Bengkulu, Mirza Yasben, mengingatkan kalangan caleg perempuan yang ada di daerah itu agar tidak menjadi pelengkap syarat pencalonan partai. Mereka harus memiliki strateginya dan misi visi yang jelas.
Sejauh ini kendala yang dihadapi para caleg perempuan di daerah Bengkulu kata dia, masih lemahnya perjuangan yang dilakukan mereka, kemudian tidak memiliki strategi serta belum memahami benar kesetaraan gender. Akibatnya banyak caleg perempuan yang muncul setiap musim Pemilu hanya tampil seadanya dan terkesan hanya jadi pelengkap pencalonan dari parpol saja.
Dia menyarankan agar para caleg perempuan yang maju pada Pemilu legislatif tahun ini harus mengubah pola pikir, mampu memainkan isu-isu yang menyangkut perubahan nasib kaum perempuan yang ada di Provinsi Bengkulu, kemudian tidak memainkan emosi, tidak mengobral janji politik yang sulit direalisasikan serta mengedepankan pola pendekatan ke masyarakat bawah.
Sementara itu tingkat keterwakilan perempuan di DPRD kabupaten/kota dalam Provinsi Bengkulu, katanya, saat ini masih sangat rendah. Ini dibuktikan dari sedikitnya kaum perempuan yang duduk di kursi dewan.
Hal ini diakibatkan masih sedikitnya kesempatan yang diberikan kepada mereka untuk tampil di panggung politik, sehingga kesempatan mereka juga terbatas..
Untuk itu dia berharap lima tahun ke depan akan banyak perempuan Bengkulu yang bisa duduk di kursi legislatif.
Kampanye "Blusukan"
Menurut Mardiani, caleg nomor urut tiga utusan PPP dari daerah pemilihan (Dapil) Rejanglebong IV, untuk merebut simpati pemilih dirinya melakukan kampanye dari rumah ke rumah dan tidak melakukan kampanye terbuka. Kampanye "blusukan" ini dinilai lebih efektif dan ekonomis serta mudah dipahami masyarakat.
Jika nantinya terpilih menjadi anggota dewan, dia berjanji akan memperjuangkan pendidikan dan layanan kesehatan gratis.
Selain itu, dirinya juga ingin memotivasi kaum perempuan di Rejanglebong untuk lebih giat lagi membangun daerahnya sehingga akan memberikan andil terhadap kemajuan daerah melalui program paket belajar kesetaraan A,B dan C. Kemudian pemberian keterampilan kerja, pelatihan UKM, kesetaraan gender, pendirian koperasi wanita, peningkatan program bidang keagamaan serta program-program lainnya yang berkaitan peningkatan kesejahteraan kaum wanita.
Untuk itu dia berharap pelaksanaan Pemilu legislatif 9 April 2014 mendatang, dapat berlangsung damai, jujur dan adil. Dan meminta masyarakat pemilih menggunakan hak pilih, tidak golput, tidak memilih di bawah tekanan serta menghindari politik uang, yang jika terpengaruh akan merugikan mereka sendiri untuk lima tahun ke depan.
Hal yang sama juga diutarakan Ramadayanti, caleg nomor urut tiga dari PDIP untuk Dapil IV, bahwa guna merebut simpati pemilih dirinya mengaku tidak segan-segan turun ke bawah dengan metode pendekatan ke masyarakat secara langsung dari rumah ke rumah. Cara ini dia anggap lebih efektif karena hemat biaya dengan sasaran yang lebih jelas ketimbang menggelar kampanye terbuka.
Melalui pendekatan dari rumah ke rumah ini dirinya bisa bertatap langsung dengan warga terutama kaum perempuan, berbagai program pembangunan yang menyangkut kepentingan kaum perempuan desa yang kebanyakan berprofesi sebagai buruh tani akan diperjuangkannya jika terpilih menjadi anggota dewan.
Menakar peluang Caleg perempuan di Bengkulu
Senin, 31 Maret 2014 14:34 WIB 2513