Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi RSAB Harapan Kita Jakarta Hadi Sjarbaini menyatakan peluang dari keberhasilan program bayi tabung ditentukan oleh sejumlah faktor dimana salah satunya adalah tuanya usia ibu.
“Kalau semakin lanjut usia (ibu) itu, tentunya angka keberhasilan atau angka kehamilannya juga akan turun,” kata Hadi dalam Siaran Sehat “Mengenal Program Bayi Tabung” yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Hadi membeberkan dikarenakan bayi tabung merupakan sebuah program dengan pembuahan yang dilakukan di luar tubuh, maka persentase keberhasilanya akan mengikuti usia dan kondisi kesehatan ibu.
Persentase keberhasilan bayi tabung di Indonesia dapat berkisar 25 hingga 34 persen secara umum. Namun, bagi ibu yang masih berusia sekitar 30 tahun angka keberhasilannya akan jauh lebih besar atau bisa menyentuh 40 persen, sementara bagi ibu dengan usia antara 30-35 tahun akan turun menjadi sekitar 30 hingga 20 persen saja.
“Jadi semakin lanjut usianya angka keberhasilannya akan semakin turun, kalau di atas usia 40 mungkin (persentase keberhasilannya hanya) belasan persen,” katanya.
Menurut Hadi, semakin menurunnya persentase disebabkan oleh adanya risiko-risiko penyakit yang mungkin telah mengenai ibu seiring dengan usianya. Biasanya semakin tua usia ibu, maka ada penyakit penyerta seperti darah tinggi, tinggi gula atau masalah ginjal dan penyakit metabolik lain.
Di samping itu, tingkat kesuburan ibu juga akan semakin menurun setelah menginjak usia di atas 35 tahun. Padahal sangat penting untuk menghasilkan sel-sel telur yang akan digunakan dalam pembuahan.
Ia menyarankan bagi pasangan yang ingin mengikuti program tersebut, untuk segera melakukan konsultasi pada ahli terkait agar kesehatan kedua belah pihak berada dalam pengawasan tenaga medis.
“Sebaiknya jangan menunggu. Begitu satu atau dua tahun tidak hamil-hamil, kalau bisa tiga bulan atau enam bulan itu tidak hamil juga segera memeriksakan ke klinik,” kata Hadi.
Jika pasangan yang berkaitan telah mengunjungi klinik, nantinya para dokter terkait akan memberikan rekomendasi dan pemantauan lebih lanjut baik pada kualitas sperma dan sel telur ataupun penentuan waktu untuk memulai program bayi tabung.
Misalnya seperti pemberian suplemen atau obat yang memicu kualitas sperma milik suami menjadi jauh lebih berkualitas atau pemantauan riwayat tumor pada sang istri.
Hadi menekankan program bayi tabung di Indonesia hingga kini, masih hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang sudah resmi secara hukum.
Sedangkan untuk perempuan ataupun laki-laki yang ingin menjadi pendonor bibit untuk ditanamkan pada orang lain tidak diperbolehkan sesuai dengan aturan dalam undang-undang yang berlaku.
“Harus pasangan suami istri yang sah, jadi di Indonesia ini kita tidak diperbolehkan untuk donor sperma atau donor sel telur. Itu tidak boleh,” kata dia.