Jeddah, Arab Saudi (ANTARA) - Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syarikalaka labbaik. Innalhamda wal nikmata laka wal mulk laa syarikalak.
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-mu. Sesungguhnya segala puji nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Kalimat talbiah ini berulang kali terlontar dari mulut jamaah haji saat memasuki Padang Arafah, daerah terbuka dan luas di sebelah timur luar kota suci umat Islam di Makkah, Arab Saudi.
Sengatan panas Matahari membara dan embusan pasir yang mengusik mata tak menyurutkan semangat jamaah haji dari seluruh dunia untuk berkumpul di Padang Arafah pada 9 Zulhijah.
Tanggal 9 Zulhijah 1444 Hijriah atau 27 Juni 2023 menjadi puncak pelaksanaan ibadah haji. Orang-orang dari berbagai negara berkumpul di Padang Arafah tanpa melihat kedudukan.
Jutaan peserta haji dari seluruh dunia berkumpul hanya dengan mengenakan kain putih sederhana. Semua perbedaan kekayaan, posisi, dan identitas nasional terhapus.
Yang dimiliki hanya kumpulan pikiran, perasaan, dan perbuatan hidup seorang manusia.
Di area tandus dengan hamparan pasir yang luas itu, jamaah haji memulai ritualnya dengan cara berdiam diri melakukan perenungan tentang arti kehidupannya sebagai hamba Allah.
Perenungan itu memakan waktu sekitar 6 jam, yang dimulai dari zuhur sampai magrib, yang dikenal sebagai ritual wukuf.
Wukuf berasal dari waqafa yang artinya berhenti sejenak dari kegiatan untuk melakukan perenungan.
“Tidak ada haji tanpa wukuf,” sabda Rasulullah saw., artinya tidak ada haji tanpa perenungan di Arafah.
Maka tak heran, jamaah haji berdiam diri di tenda-tenda untuk melakukan perenungan jati diri.
Dalam perenungan ini, jamaah haji memohon ampunan atas dosa dan maksiat yang mereka lakukan.
Jamaah haji wajib ber-arafah yaitu menyadari bahwa dirinya memiliki keterbatasan-keterbatasan, serta menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah kendaraan menuju kehidupan akhirat yang kekal, menurut Direktur Penerangan Agama Islam Dr. H. Ahmad Zayadi, yang dilansir situs resmi Kementerian Agama.
Dalam ibadah wukuf, pakaian ihram hanyalah simbolik bahwa kehidupan manusia itu dibatasi, tidak seorang pun dari jamaah haji yang berani melewati batasan itu, semua harus memakai kain ihram dengan warna yang sama dan di lokasi yang sama.
Jika terdapat jamaah haji yang memakai pakaian berjahit atau berwukuf di luar padang Arafah, maka ibadah hajinya batal. Hal ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang dibatasi, dibatasi dengan syariat, dibatasi dengan batas usia, dibatasi kekuatan fisiknya, dibatasi jangkauan berpikir, dan lain sebagainya.
Manusia memang memiliki kekuatan fisik dan akal serta kesempurnaan dalam penciptaannya, namun terbatas dan terukur. Proses penciptaan manusia pun telah diatur oleh Allah Swt., dan fungsi tubuh pun memiliki batasan. Manusia terlahir lemah, kemudian dijadikan kuat oleh Allah, lalu kemudian kembali menjadi tua dan melemah.
M Eshaq (40), peserta haji asal Mesir, saat melakukan ritual wukuf lebih banyak berdiam diri di tenda sederhana. Saat wukuf, ia lebih banyak memohon ampunan kepada Sang Maha Pencipta atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya.