Merangkul UMKM dalam program hilirisasi bukanlah isapan jempol belaka, bukan pula bualan tanpa aksi nyata.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menunjukkan deretan langkah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk merangkul UMKM dalam hilirisasi sumber daya alam.
Teten memetakan sembilan komoditas unggulan yang dibagi menjadi dua kategori, yakni pangan dan nonpangan. Kesembilan komoditas ini akan diolah oleh UMKM untuk menjadi produk jadi atau setengah jadi.
Komoditas pertama adalah nikel yang akan diolah menjadi perkakas rumah tangga atau alat kesehatan. Selain itu, juga terdapat komoditas rotan yang dapat diolah untuk menjadi furnitur serta komoditas karet untuk diolah menjadi ragam komponen seperti ban.
Terkait komoditas tanaman herbal, terdapat dua jenis produk hilirisasi yang dapat dihasilkan oleh UMKM, yakni mengolah tanaman herbal menjadi bahan baku minyak esensial, maupun mengolahnya menjadi produk jadi, seperti kosmetik hingga pewangi.
Untuk kategori pangan, terdapat lima komoditas unggulan yang menjadi fokus Pemerintah, yakni kelapa sawit untuk diolah menjadi minyak makan merah, kelapa untuk menjadi santan cair dan tepung rendah lemak, serta kakao untuk menjadi bubuk coklat maupun coklat batangan.
Selain itu, Pemerintah juga mengolah rumput laut untuk menjadi beras analog, plastik, maupun kapsul; dan mengolah ikan untuk menjadi susu ikan, biskuit protein, hingga kolagen.
Setelah melakukan pemetaan, Teten merancang desain pengembangan industri yang memanfaatkan keunggulan sumber daya tersebut. Salah satu upayanya adalah pembangunan rumah produksi bersama di sejumlah daerah. Sebanyak tujuh rumah produksi bersama ditargetkan selesai pada 2024.
Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman memaparkan ketujuh rumah produksi bersama tersebut meliputi pengolahan rotan untuk menjadi furnitur di Jawa Tengah, pasta cabai merah di Sumatera Utara, pengelolaan daging sapi di Nusa Tenggara Timur, dan biofarmaka atau tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan, kosmetik, dan kesehatan di Kalimantan Timur.
Proyek pendahuluan rumah produksi juga berlangsung di Sulawesi Utara untuk pengelolaan serat kelapa, pengelolaan garam di Sulawesi Selatan, hingga pengelolaan karet dengan bahan baku SIR 20 dan RSS di Kalimantan Selatan.
Kehadiran rumah produksi bersama tak terbatas menyediakan wadah bagi para pelaku UMKM untuk berkreasi. Rumah produksi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan guna mendongkrak nilai jual.
Akan tetapi, peningkatan kualitas tak hanya disokong oleh fasilitas. Fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah perlu didukung oleh sumber daya manusia yang andal. Tanpa itu, operasional dari rumah produksi tidak dapat dijalankan secara maksimal.
Oleh karena itu, Kemenkop UKM juga menyelenggarakan pelatihan guna meningkatkan keterampilan para pelaku UMKM. Pelatihan tersebut juga penting untuk memaksimalkan pengoperasian rumah produksi bersama yang dicanangkan oleh pemerintah.
Tak menutup mata terkait persoalan modal untuk memulai suatu usaha, saat ini Pemerintah sedang mendesain sebuah model untuk membantu permodalan para pelaku UMKM.
Salah satu sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, kata Hanung, adalah kredit usaha rakyat atau KUR. Hingga kini, terdapat KUR untuk perorangan yang maksimal kreditnya Rp100 juta, sedangkan untuk kelompok, maksimal kreditnya Rp500 juta.
Ke depan, Pemerintah akan menyempurnakan mekanisme pemberian bantuan modal kepada para pelaku UMKM.
Semangat UMKM
“Hilirisasi ini harus sukses!” Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero tegas menyuarakan pendapatnya terkait hilirisasi yang sedang digadang-gadang oleh Pemerintah.