JAKARTA (ANTARA) - Menyandang gelar sebagai negara paling dermawan di dunia selama enam kali berturut-turut versi Charities Aid Foundation (CAF), membuat Indonesia pantas berbangga hati.
Bangsa Indonesia memang kesohor akan sifat murah hati, belas kasih, dan sikap gotong-royong yang kuat, sebagaimana diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Sementara fakta bahwa kebaikan hati itu kerapkali disalahgunakan, seperti donasi kemanusiaan malah dikorupsi, nyatanya tak menurunkan (secara signifikan) kegemaran masyarakat dalam berderma karena landasan keikhlasan yang begitu kuat.
Badan amal asal Inggris CAF, baru-baru ini merilis laporan World Giving Index 2023 yang memuat daftar negara paling dermawan di dunia. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil survei dengan melibatkan 147.186 responden dari 142 negara pada 2022.
Indikator penilaian utama, meliputi aspek pengalaman membantu orang tak dikenal, donasi uang untuk amal, serta kesediaan meluangkan waktu menjadi sukarelawan.
Baca juga: Dibantu Pegadaian, kini anggota Slankers bisa bikin pupuk sendiri
Jawaban positif dalam survei itu lantas dihitung per negara secara rata-rata, dan dirumuskan ke dalam skor indeks berskala 0-100.
Skor tinggi mencerminkan ada banyak penduduk di suatu negara yang terlibat dalam kegiatan amal, begitu pun berlaku sebaliknya.
Dengan metode penilaian tersebut, tahun ini Indonesia meraih skor 68 dari 100 poin, paling tinggi di antara 142 negara yang disurvei.
Secara rinci indikator yang diperoleh Indonesia pada 2023 ini, dalam aspek membantu orang tak dikenal meraih 61 persen, dalam hal donasi uang 82 persen, dan 61 persen dalam hal kesediaan menjadi relawan.
Menurut indeks ini, Indonesia telah tercatat menjadi negara paling dermawan selama enam tahun berturut-turut.
Di dalam negeri, untuk terus merawat rasa saling peduli, berbagi dan berempati, serta bertoleransi terhadap sesama, kita pun memiliki Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang diperingati setiap tanggal 20 Desember.
HKSN kali ini mengusung tema "Bangkit Bersama Membangun Bangsa", yang dimaksudkan untuk mendorong satu sama lain ke arah yang lebih baik, demi terwujudnya cita-cita Indonesia untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat, usai didera bencana kesehatan, berupa pandemi.
Baca juga: Upaya bersama untuk mengantisipasi ancaman longsor ibu kota
Di tengah situasi bencana, atau kesulitan dan kemalangan, kebaikan hati masyarakat Indonesia justru makin terasa menyentuh. Donasi mengalir berlimpah, segala jenis bantuan berdatangan, dan para relawan bermunculan dari segala penjuru tanpa diminta dan diperintah. Tak terbatas untuk kebutuhan dalam negeri, penderitaan bangsa lain pun, seperti Palestina, tak ayal menjadi keprihatinan kita bersama, hingga ragam bantuan terkumpul dan relawan berbondong-bondong ingin ke sana untuk menolong.
Bahkan, almarhum Prof Azyumardi Azra yang merupakan guru besar sejarah UIN Syarif Hidayatullah pernah manyatakan bahwa filantropi Indonesia memiliki keunikan yang tiada bandingannya di dunia.
Pesona kedermawanan warga Indonesia di mata dunia, sayangnya di dalam negeri malah mudah disalahgunakan. Sebutlah kasus penyelewengan dana sosial oleh lembaga penghimpun dana kemanusiaan, juga banyaknya penyimpangan anggaran penanganan bencana oleh pejabat daerah hingga menteri, kemudian maraknya peminta-minta, yang padahal, hanya pemain drama.
Sifat masyarakat kita yang gampang menaruh iba, dimanfaatkan oleh orang-orang yang gemar bermain di wilayah kasihan. Entah belajar dari mana, para pengemis gadungan itu mempunyai kepandaian bermain peran menjadi sosok seolah-olah tak berdaya dengan didukung kostum dan properti yang meyakinkan. Walhasil, uang puluhan juta bisa mereka peroleh dari menyalahgunakan kebaikan dan sifat belas kasih masyarakat.
Petugas kamtibmas bersama dinas sosial di berbagai kota telah berhasil menangkap sebagian besar sindikat pengemis palsu tersebut untuk dilakukan pembinaan dan dikembalikan ke kampung halamannya. Kenyataan bahwa mereka rupanya memiliki rumah mewah di kampungnya dari hasil mengelabui para dermawan di jalan, semoga tidak membuat masyarakat kapok bersedekah.
Suka bederma
Biarpun kadang disalahgunakan dan diselewengkan, kegemaran bederma masyarakat Indonesia tak serta-merta pudar. Terbukti, kita masih mempertahankan prestasi sebagai negara dermawan, bahkan selama pandemi melanda, dimana masyarakat banyak mengalami kesulitan ekonomi.