Sederet peristiwa menonjol 2023 di Mahkamah Konstitusi
Minggu, 31 Desember 2023 6:47 WIB 834
Perkara uji materi tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru Re A. Ia menggugat Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Dalam petitumnya, Almas memohon frasa “Berusia paling rendah 40 tahun” pada pasal dimaksud dinyatakan bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai dengan “... atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota”.
Pada Senin (16/10), MK memutuskan mengabulkan permohonan Almas untuk sebagian. Kendati begitu, dua Hakim Konstitusi, yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh memiliki alasan berbeda (concurring opinion) serta empat Hakim Konstitusi lainnya, yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion).
Anwar Usman dipecat dari Ketua MK
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 berlanjut ke meja etik. Putusan tersebut menjadi kontroversi di tengah masyarakat karena dinilai sarat konflik kepentingan. Berbagai laporan masyarakat bermunculan terkait putusan tersebut. Seluruh hakim konstitusi dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Namun, nama Anwar Usman menjadi yang paling ramai dilaporkan. Pasalnya, ia diduga memuluskan langkah salah satu calon wakil presiden untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Diketahui, Anwar Usman merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang kini menjadi calon wakil presiden nomor urut 2.
Majelis Kehormatan MK (MKMK) kemudian dibentuk untuk menangani laporan yang masuk. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta dua anggotanya Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih dilantik pada Selasa (24/10). Mereka kemudian menggelar sidang pemeriksaan secara terbuka kepada para pelapor dan sidang tertutup bagi hakim konstitusi yang dilaporkan.
Berselang 2 pekan, MKMK membacakan hasil putusan pada Selasa (7/11). Hasilnya, seluruh hakim konstitusi dinyatakan melanggar etik dan disanksi teguran lisan. Hakim Konstitusi Arief Hidayat dinyatakan melanggar etik karena menyampaikan hal yang merendahkan martabat MK dan disanksi teguran tertulis.
Puncaknya, Anwar Usman dinyatakan melanggar etik berat dan diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK. Ia juga tidak diperkenankan terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan putusan dalam perkara perselisihan hasil pemilu dan pilkada.
MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan yang termaktub dalam Sapta Karsa Hutama.
Suhartoyo gantikan Anwar Usman
Suhartoyo terpilih menjadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman. Ia terpilih melalui pemilihan secara musyawarah mufakat dalam rapat pleno hakim secara tertutup pada Kamis (9/11). Suhartoyo dilantik dan mengucap sumpah pada Senin (13/11). Sementara itu, Wakil Ketua MK tetap dijabat oleh Saldi Isra.
Pelantikan Suhartoyo sebagai Ketua MK periode 2023–2028 dihadiri tujuh Hakim Konstitusi, yakni Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Manahan M. P. Sitompul, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih, sedangkan Anwar Usman absen karena sedang dalam kondisi yang tidak sehat.
Usai dilantik, Suhartoyo mengaku siap mengingatkan para hakim konstitusi jika nantinya ada perkara yang bersentuhan dengan konflik kepentingan. Suhartoyo berjanji akan membuktikan bahwa lembaga yudikatif itu tidak sarat dengan konflik kepentingan.
MKMK permanen dibentuk
Majelis Kehormatan MK (MKMK) permanen resmi dibentuk pada Rabu (20/12). Mantan Rektor Universitas Andalas Andalas Yuliandri, tokoh masyarakat I Dewa Gede Palguna, dan hakim aktif Ridwan Mansyur didapuk menjadi anggota permanen. Ketiganya akan dilantik pada 8 Januari 2024 untuk masa jabatan 1 tahun.
MKMK permanen dibentuk sebagai upaya MK untuk menjaga etika dan perilaku hakim, utamanya terkait perkara yang berkaitan dengan politik. MKMK permanen akan menjadi lembaga pengawas bagaimana pedoman perilaku dijalankan oleh hakim konstitusi, sehingga kejadian yang menggerogoti muruah konstitusi tidak lagi terjadi.
Editor: Achmad Zaenal M