Bencana kelaparan jadi senjata senyap Israel di Jalur Gaza
Selasa, 19 Maret 2024 11:43 WIB 709
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi anak-anak UNICEF mengatakan 13.000 anak terbunuh akibat serangan Israel di Gaza.
Adapun banyak anak yang bertahan hidup mengalami malnutrisi akut dan "bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis."
Kelaparan sebagai senjata
Menyatakan suatu daerah dilanda kelaparan adalah proses teknis dan bisa terhambat oleh akses terhadap data dan kendala politik, kata De Waal.
Di negara-negara seperti Ethiopia, Nigeria, dan Yaman, terlihat bahwa pihak berwenang tidak ingin mendeklarasikan kelaparan terjadi di sana dan menghalangi akses terhadap data, kata dia.
"Saya yakin, Israel akan sangat mirip... Mereka (Israel) tidak menginginkan deklarasi kelaparan," kata De Waal.
Pihak berwenang Israel mungkin mengeluarkan argumen dengan menyatakan "metode analisisnya tidak benar-benar teliti," dan itu mungkin ada benarnya, kata dia.
Baca juga: Serangan Israel juga "membunuh" lingkungan di Gaza
Baca juga: Tentara Israel tembaki warga yang menunggu bantuan di Jalur Gaza
"Akan tetapi hal ini tidak boleh mengaburkan fakta bahwa meskipun tidak ada cukup data untuk menyatakan kelaparan, terdapat bukti yang sangat besar mengenai bencana yang sedang terjadi," ujarnya.
Poin kuncinya, menurut dia, adalah "tindakan mempergunakan kelaparan bukan berarti orang-orang harus mati."
"Yang perlu Anda lakukan untuk bertanggung jawab adalah dengan mencabut hak mereka.
Jadi, meski tidak ada kelaparan, bukan berarti kelaparan tidak digunakan sebagai senjata," katanya.
Tindakan Netanyahu dan Assad mirip
De Waal mengatakan ada beberapa contoh konflik di masa lalu di mana kelaparan digunakan sebagai senjata, salah satunya adalah di Suriah.
"Tindakan Pemerintahan Netanyahu dan tindakan Pemerintahan Assad sangat mirip," kata dia.
Perbedaannya adalah Israel melakukannya dalam skala yang lebih besar dan cepat.
Di tempat-tempat lain seperti Yamah dan wilayah Tigray di Ethiopia, De Waal menunjukkan bahwa "keduanya sangat berbeda karena populasinya jauh lebih besar dan juga perdesaan, tersebar di wilayah yang jauh lebih luas."
Ia juga menekankan bencana kelaparan di Gaza akan berdampak generasi ke generasi bagi warga Palestina.
Baca juga: AS jatuhkan bantuan kemanusiaan kesembilan lewat udara ke Gaza
Baca juga: AS akui kegawatan "krisis kemanusiaan" di Gaza
"Saat populasi -- khususnya anak-anak -- berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan, Anda tidak bisa membalikkan begitu saja. Jadi, pembunuhan mungkin berhenti, tetapi kematian akan terus berlanjut," katanya.
Belum lagi, rekonstruksi agar Gaza dapat dihuni kembali akan membutuhkan upaya yang besar dan waktu yang lama.
"Anak dalam kandungan atau anak kecil yang terpapar secara fisik akan tumbuh tanpa kemampuan fisik yang utuh. Mereka akan menjadi lebih pendek, tidak akan mempunyai kemampuan mental, mereka tidak akan berkembang sepenuhnya.
"Jadi akan ada dampaknya pada generasi berikutnya, bahkan mungkin dua generasi," kata De Waal.
Contohnya, ada penelitian yang dilakukan terhadap penyintas bencana kelaparan musim dingin di Belanda pada 1944 dan 1945 yang menunjukkan betapa anak-anak yang masih sangat kecil saat ini lebih pendek dibandingkan kakak dan adiknya.
"Mereka tidak memiliki kualitas pendidikan yang sama," kata De Waal.
Trauma psikologis juga tentunya akan terus berlanjut dari generasi ke generasi, tambahnya.
"Itu karena, kekerasan yang terjadi jelas sangat traumatis, namun kelaparan juga merupakan hal psikologis yang sangat traumatis," kata De Waal.