Ankara (ANTARA) - Korea Utara dan Rusia berjanji untuk saling memberikan bantuan militer tanpa penundaan jika salah satu negara diserang oleh negara ketiga berdasarkan perjanjian kemitraan baru yang ditandatangani setelah pertemuan puncak pemimpin kedua negara itu pekan ini.
“Jika salah satu dari kedua belah pihak berada dalam situasi perang karena invasi bersenjata dari satu negara atau beberapa negara, pihak lain akan memberikan bantuan militer dan bantuan lainnya tanpa penundaan dengan memobilisasi segala cara yang dimilikinya,” sebut satu pasal dalam perjanjian yang dilaporkan KCNA, Kamis.
Perjanjian kemitraan strategis komprehensif ditandatangani oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (19/6) setelah pembicaraan di Pyongyang.
Menurut KCNA, perjanjian baru tersebut juga mengharuskan kedua belah pihak untuk tidak menandatangani perjanjian dengan negara ketiga yang melanggar kepentingan inti negara lain atau berpartisipasi dalam tindakan tersebut.
Menanggapi kesepakatan itu, Korea Selatan menyesalkan perjanjian tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut secara langsung melanggar”resolusi Dewan Keamanan PBB.
“Kami menyampaikan penyesalan kami bahwa meskipun ada peringatan berulang kali dari masyarakat internasional, Rusia dan Korea Utara telah menandatangani perjanjian kemitraan strategis yang komprehensif dan secara terbuka menyebutkan kerja sama teknologi militer,” kata Juru Bicara Kementerian Lim Soo-suk dalam konferensi pers.
Korea Selatan, lanjut Lim, akan menanggapi dengan tegas setiap tindakan yang mengancam keamanannya dengan bekerja sama dengan komunitas internasional, termasuk sekutu dan negara sahabat.
Lim menambahkan bahwa pemerintah berencana mengumumkan posisi resminya mengenai isi perjanjian tersebut.
Pemerintah negeri ginseng tersebut diperkirakan akan menggelar pertemuan Dewan Keamanan Nasional untuk membahas hasil pertemuan puncak di Pyongyang yang bertepatan dengan kunjungan pertama Putin ke Korea Utara dalam 24 tahun itu.
Sumber : Anadolu