Para pelaku berupaya mengelabui petugas untuk mengedarkan narkoba, salah satunya dengan mengemas narkoba dalam produk makanan, seperti teh hijau dari China, kaleng susu, permen, kopi, keripik pisang, keramik, dan masih banyak lainnya.
Pola peredaran narkoba dengan cara mengirim barang yang disamarkan ini menjadi tren sejak aparat hukum gencar memburu keberadaan clandestine laboratory di Tanah Air. Modus mengedarkan narkoba dengan membangun laboratorium narkoba rahasia ini sudah marak sejak awal tahun 2000-an. Namun, seiring gencarnya penindakan, pelaku mengubah modus dengan pengiriman narkoba siap edar.
Akan tetapi, seiring berjalan waktu, modus lama kembali digunakan pelaku dengan cara berbeda, yakni membuat clandestine laboratory di Indonesia, lalu mengirim bahan-bahan kimia dari luar negeri untuk membuat prekursor narkoba di Tanah Air sebagai bahan baku sabu dan ekstasi.
Namun, modus ini pun terendus oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dari operasi di pelabuhan dan bandara, aparat mencurigai adanya kiriman bahan-bahan kimia dalam jumlah banyak dan rutin. Oleh karena itu, Ditjen Bea Cukai minta Polri menelusuri ke mana bahan-bahan kimia itu dikirimkan kepada penerimanya. Dari situ, juga ditelusuri siapa pemesan dan pengiriman bahan kimia tersebut.
Terkait modus baru ini, kata Brigjen Pol. Mukti Juharsa, Polri telah mengantisipasi lewat kerja sama dengan Imigrasi dan Ditjen Bea dan Cukai.
Polri juga berkoordinasi dengan Kepolisian China untuk mencegah pengiriman bahan-bahan kimia mencurigakan dari negeri Tirai Bambu itu masuk ke Indonesia lewat cara ilegal. Hasil koordinasi tersebut, Kepolisian China meminta daftar bahan-bahan kimia tersebut.
Sejauh ini, China sudah melarang 24 produksi baru bahan kimia untuk diekspor.
Editor: Achmad Zaenal M