Washington (ANTARA) - Beberapa negara anggota PBB termasuk Turki merilis pernyataan bersama pada Senin yang mengungkapkan keprihatinan mereka mengenai situasi di Myanmar.
“Kami sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan dan konflik serta laporan terpercaya mengenai pelanggaran hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional di seluruh Myanmar yang memperburuk krisis kemanusiaan,” kata Wakil Tetap Amerika Serikat untuk PBB Robert Wood kepada wartawan pada Selasa, saat membacakan pernyataan tersebut.
Baca juga: Kemlu tangani kasus tujuh nelayan Aceh yang terdampar di Myanmar
Wood mengatakan laporan terbaru mengindikasikan bahwa rezim Myanmar telah mengambil “tindakan disengaja” di Negara Bagian Rakhine yang menggunakan para pengungsi internal, yang sebagian besar adalah warga Rohingya, “sebagai tameng manusia di tengah konflik.”
Wood menambahkan bahwa sejak kudeta militer 2021, jumlah orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan telah meningkat dari satu juta menjadi 18,6 juta.
Baca juga: Bangladesh peringatkan Myanmar untuk hentikan baku tembak lintas batas
“Lebih dari 2,9 juta orang menjadi pengungsi baru, termasuk 66.000 orang yang mencari perlindungan di negara-negara tetangga, menambah lebih dari satu juta pengungsi Rohingya yang melarikan diri sebelum kudeta,” katanya.
Untuk itu Wood mendesak Angkatan Bersenjata Myanmar dan semua pihak yang berkepentingan di Myanmar untuk mengurangi kekerasan, menghormati hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia, dan melindungi warga sipil.
“Kami menegaskan kembali seruan untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif dan inklusif demi menemukan solusi damai terhadap situasi di Myanmar,” kata Wood.
Baca juga: Bangladesh minta upaya bersama PBB selesaikan krisis Rohingya
Pada 2017, militer Myanmar melancarkan operasi penuh kekerasan terhadap penduduk Rohingya di Negara Bagian Rakhine utara, yang oleh kelompok hak asasi manusia disebut sebagai genosida.
Hampir 1,2 juta warga Rohingya terpaksa mengungsi ke negara tetangga Bangladesh, tempat mereka tinggal selama bertahun-tahun di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak.
Sejak kudeta pada 2021, yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis di Myanmar, militer negara tersebut telah melakukan tindakan keras brutal secara nasional terhadap jutaan orang yang menentang pemerintahannya.
Sumber: Anadolu