Bengkulu (Antara-IPK) - Lemahnya wawasan kependudukan di masyarakat berdampak terhadap lambannya penggerakan pembangunan nasional di berbagai bidang, baik pembangunan fisik maupun non fisik (SDM).
Oleh karena itu, guna menumbuhkan dan meningkatkan wawasan publik tentang kependudukan, maka perlu dimasukan materi kependudukan dalam materi ajar dilembaga pendidikan.
Terutama di lembaga pendidikan tinggi yang terdapat kelompok remaja calon insan intelektual untuk membantu pemerintah dalam KIE kependudukan.
Hal itu disampaikan Ketua Koalisi Kependudukan Kota Bengkulu Adi Sutoyo dalam diskusi sosialisasi kebijakan kependudukan di Bengkulu baru ini.
Wawasan kependudukan bagi masyarakat bertujuan untuk dapat membantu dalam mengatasi permasalah kependudukan di tanah air.
Masalah kependudukan, mencakup jumlah dan laju pertumbuhan penduduk tinggi, kualitas masih rendah, serta persebaran tidak merata.
Kondisi itu memberikan dampak terhadap lingkungan, politik dan pertahanan keamanan, sosial ekonomi; yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
"Dinamika kependudukan berimplikasi kuat terhadap Aspek pembangunan, baik terhadap aspek ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan wilayah, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan, " ujar Edi.
Ia menambahkan, permaslahan kependudukan yang dihadapi saat ini, jumlah penduduk yang besar, kualitas rendah dan pesebaran pun tidak merata.
Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN RI, Widati menyampaikan, dari aspek laju pertumbuhan penduduk, diprediksi jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Pada 2050 penduduk di tanah air mencapai 309-330 juta jiwa. Posisi itu masih menempatkan dengan jumlah penduduk terbesar ke-enam dunia.
Ia mengatakan, tantangan pembangunan kependudukan di Indonesia laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi sebesar 2,6 persen dengan kelahiran yanag mencapai 4,5 juta jiwa per tahun.
Perubahan struktur umur, peningkatan jumlah lansia, dan pesebaran penduduk yang tidak merata.
Tingkat urbanisasi, pada 1971, hanya 17,3 persen penduduk tinggal di daerah perkotaan. Dan pada 2000, urbanisasi meningkat menjadi 42 persen dan diyakini bahwa pada akhir 2010 sebesar 54,2 persen penduduk tinggal di perkotaan.
Pada tahun 2025 persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan diperkirakan mencapai 68,3 persen. Itu menunjukkan bahwa 2/3 dari populasi di Indonesia akan tinggal di perkotaan.
Menurut dia, dari hal tersebut berdampak pada pemukiman, dengan rumah kumuh dan tidak sehat. Dampak lain dari urbanisasi itu terjadinya perubahan lingkungan, masalah kesehatan dan sosial ekonomi, pungkas Widati. (rs)