Bengkulu (Antara) - Pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Bengkulu menyoroti pengerukan material batu dan pasir dari Sungai Seginim di Kabupaten Bengkulu Selatan yang akan memperparah laju abrasi di bantaran sungai.
"Pengerukan material dari dalam sungai dengan dalih normalisasi justru akan memperparah kerusakan bantaran sungai, sebab arus semakin kencang dan laju abrasi juga meningkat," kata Koordinator Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Bengkulu, Ali Akbar di Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan normalisasi sungai untuk mengatasi abrasi seharusnya dilakukan dengan mengembalikan material batu dan pasir dari tengah sungai ke dua sisi sungai atau mengembalikan bentuk asli aliran sungai.
Sementara kegiatan normalisasi yang dilakukan pihak ketiga atas persetujuan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan yakni memasang tanggul di bagian yang tergerus abrasi dan mengambil material dari dalam sungai.
"Dilihat dari potret Sungai Seginim dengan aliran sungai pendek hanya 18,6 kilometer dari hulu ke mura sungai, arus deras dan keteguhan wilayah di tepi sungai rendah maka pengambilanm material justru mempercepat abrasi kiri dan kanan sungai," tuturnya.
Normalisasi Sungai Seginim kata Ali bertujuan untuk mengatasi abrasi sungai yang mengancam delapan desa yang terdapat di bantaran sungai tersebut.
Kegiatan normalisasi menurut dia mengembalikan aliran sungai sebagaimana mestinya dan merehabilitasi sempadan sungai.
Ancaman abrasi terhadap delapan desa tersebut juga sebelumnya disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bengkulu Selatan, Ahmad Nizar.
"Abrasi semakin parah dan sudah mengancam permukiman warga delapan desa sehingga perlu segera ditanggulangi," ujarnya.
Saat ini kata Nizar, jarak permukiman warga dengan bibir sungai hanya tersisa tujuh meter. Abrasi atau pengikisan mengancam sepanjang empat kilometer bibir sungai, mulai dari Desa Babatan Ulu hingga Darat Sawah, Kecamatan Seginim.
Menurut dia, salah satu penyebab aliran sungai tidak normal adalah volume air yang tinggi saat hujan. Hal itu dikarenakan daerah tangkapan air terutama di hulu sungai di Hutan Lindung Raja Mandara sudah rusak akibat perambahan dan penerbangan liar.
Untuk mengatasi abrasi tersebut, Ahmad Nizar mengatakan, sudah mengusulkan pembangunan tanggul di pinggir sungai dan normalisasi aliran sungai.***3***