Jakarta (Antara) - Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yuyuk Andriati Iskak menyatakan pihaknya siap untuk menghadapi praperadilan yang diajukan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman di PN Jakarta Selatan.
"Untuk praperadilan Irman Gusman 'update' per Jumat (30/9) lalu kami belum terima resminya, tapi saya hari ini belum cek lagi apakah sudah diterima atau belum, tapi pada dasarnya kami siap untuk menghadapi gugatan praperadilan itu," katanya saat konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Senin.
Sementara itu, pengacara dari Irman Gusman, Razman Nasution berharap Ketua PN Jakarta Selatan sudah menunjuk hakim tunggal pada hari ini (Senin, 3/10) untuk dimulainya persidangan praperadilan setelah Irman Gusman mengajukannya pada Jumat (30/9) lalu.
"Pertama, kami sebagai kuasa hukum sudah mendaftar sejak 4 hari yang lalu, idelanya kami berharap hari ini paling tidak Ketua PN Jaksel sudah menunjuk hakim tunggal dan memberi informasi kepada kami untuk tanggal berapa dimulainya persidangan," kata Razman saat mengunjungi Gedung KPK Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, Razman mengatakan pihaknya juga sudah siap untuk maju di praperadilan dengan semua dokumen, argumentasi hukum, dan hal-hal lainnya.
"Termasuk ahli kalau diperlukan yang akan kami datangkan, sekali lagi kami berharap pihak KPK untuk tidak menunda supaya ini lebih cepat," ucap Razman.
Sebelumnya, Ketua DPD Irman Gusman resmi mengajukan praperadilan karena ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.
"Benar mengajukan praperadilan, didaftarkan pada 29 September dengan nomor registrasi No 129/PID.PRAP," kata humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan I Made Sutrisna saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (30/9).
Namun, Made menyatakan belum ada jadwal persidangan maupun hakim tunggal yang akan menyidangkan kasus tersebut.
"Belum ada jadwal sidang," tambah Made.
Irman Gusman disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.***2***