Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Sejumlah mantan pecandu narkoba menggelar aksi damai di Simpang Lima Kota Bengkulu memperingati Hari Antinarkoba Internasional, Selasa.
Peserta aksi damai menggelar long march dari Simpang Masjid Jamik menuju Simpang Lima Kota Bengkulu, sambil membagi-bagikan brosur tentang bahaya narkotika dengan mulut diplester.
Koordinator aksi, Merly Yuanda dari Kantong Informasi Pemberdayaan Adiksi (Kipas) mengatakan aksi menutup mulut itu sebagai protes para korban penyalahgunaan narkotika kepada negara atas kriminalisasi korban napza.
"Negara melakukan pembiaran atas kriminalisasi korban napza dimana mereka dipenjara padahal seharusnya direhabilitasi," katanya.
Para pecandu yang sudah sembuh dari ketergantungan itu kata dia berjuang sendiri untuk melepaskan kecanduan mereka. Sementara insitusi penerima wajib lapor yakni Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat (RSJKO) tidak menjalankan fungsinya.
"Karena ketika kami mendampingi korban napza untuk rehabilitasi dimintai biaya sebesar Rp190 ribu per orang, yang memberatkan korban," katanya. Peringatan Hari Antinarkoba Internasional kata dia menjadi momen untuk menuntut fungsi dan peran negara untuk memperlakukan korban napza sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Intinya kata dia, korban napza seharusnya direhabilitasi dengan biaya yang ditanggung oleh negara, bukan malah dipenjarakan dan dianggap kriminal. Hal itu kata dia, sesuai amanat Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Korban Narkotika.
Selain itu, terdapat juga Keputusan Menteri Kesehatan nomor 2171 tahun 2011 tentang Tata Cara Wajib Lapor Korban Narkotika. "Turunan dari sejumlah peraturan negara itu adalah agar korban narkotika memperoleh hak untuk direhabilitasi medis dan sosial, namun kenyataannya ini tidak berjalan," katanya menerangkan.
Dalam aksi damai itu para pengunjukrasa menyampaikan tuntutan yakni mendesak institusi terkait, kepolisian, pengadilan dan dinas kesehatan agar melaksanakan mandat Undang-undang serta surat edaran Mahkamah Agung bahwa korban narkotika harus direhabilitasi bukan dipenjara. Tuntutan kedua mendesak Pemerintah Daerah Bengkulu untuk mendukung adanya institusi wajib lapor bagi korban narkotika tanpa adanya pungutan biaya.(rni)