Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Wawan Fahrudin mengatakan lembaganya menerima sebanyak 11.811 permohonan perlindungan dari saksi dan korban tindak pidana pada periode Januari hingga 13 Oktober 2025.
“Kalau kita bandingkan dengan tahun lalu, di akhir Desember 2024, itu hanya 10.217. Artinya, masih tiga bulan ke depan, bisa jadi kita tidak berharap begitu, ya, tetapi kalau kita estimasi angkanya sampai 14.000,” kata Wawan saat wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Selasa.
Wawan menyebut bertambahnya permohonan perlindungan tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadaran publik akan hak saksi dan korban, sekaligus mencerminkan rasa percaya masyarakat yang semakin positif terhadap LPSK.
Namun, di sisi lain, angka tersebut juga bisa menjadi alarm bagi seluruh pihak. “Apakah memang pelaku tindak pidana atau tindak pidana yang terjadi di sekitar kita ini makin marak?” ucap Wawan.
Dia memerinci permohonan didominasi oleh kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), seperti investasi bodong ataupun robot trading. Dalam hal ini, para pemohon mengajukan permohonan perhitungan restitusi atau ganti kerugian ke LPSK.
“Korbannya ini puluhan ribu … dari 11.000-an (total permohonan masuk) tadi yang saya sampaikan, 7.000 atau 6.800-an itu hanya (permohonan) restitusi dari TPPU,” tutur Wawan.
Permohonan terbanyak kedua yang diterima LPSK berasal dari kasus kekerasan seksual anak. “Terakhir itu ada 1.119 (permohonan). Kemudian, yang ketiga terbesar itu tindak pidana lain,” imbuhnya.
