Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Sejumlah aktivis lingkungan, akademisi, praktisi hukum dan masyarakat yang bergabung dalam Tim Advokasi Bengkulu untuk Energi Bersih mendesak Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah mencabut izin lingkungan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara 2x100 Megawatt (MW) yang dimiliki PT Tenaga Listrik Bengkulu karena diduga melanggar peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota dan provinsi.
“Selain melanggar sejumlah peraturan daerah, ada juga temuan lain yang sudah kami susun dalam dokumen penyimpangan Andal PLTU batu bara Teluk Sepang,” kata anggota Tim Advokasi Bengkulu untuk Energi Bersih, Saman Lating di Bengkulu, Ia mengatakan tuntutan tim sudah disampaikan dalam pertemuan dengan Gubernur Bengkulu yang diwakili Asisten II Sekretaris Daerah Bengkulu, Yuliswani dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Priambudi dan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ahyan Endu.
Berdasarkan temuan tim advokasi, terdapat ketidaksesuaian antara dokumen AMDAL PLTU batu bara dengan fakta lapangan pada fase pra-konstruksi dan konstruksi serta temuan sejumlah pelanggaran hukum.
Baca juga: Pemda tindaklanjuti dugaan pelanggaran Amdal PLTU Teluk Sepang
Indikasi pelanggaran hukum kata Lating atas terbitnya Izin Lingkungan PLTU batu bara yaitu melanggar RTRW Kota dan Provinsi. Dalam RTRW Provinsi Bengkulu pembangunan PLTU batu bara akan dilaksanakan di Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu 2012-2023 pasal 23 ayat (1) huruf (d) bahwa pembangunan listrik pembangkit baru, meliputi PLTU di Napal Putih.
Sesuasi peraturan, salah satu syarat penyusunan AMDAL harus ada rekomendasi tata ruang. Saat itu pada 2016 Kepala Bappeda Provinsi Bengkulu menerbitkan rekomendasi. Namun, setelah ditelaah lebih dalam isi surat rekomendasi tersebut justru tidak mendukung proyek PLTU Teluk Sepang. Surat rekomendasi nomor 650/0448/Bappeda yang diterbitkan pada 3 Mei 2016 itu justru menjelaskan pentingnya pengembangan energi terbarukan untuk wilayah Provinsi Bengkulu.
“Temuan ini sudah layak jadi pertimbangan Gubernur Bengkulu untuk mencabut izin lingkungan PT Tenaga Listrik Bengkulu,” kata dia.
Selain itu tambah Lating, proses ganti rugi tanam tumbuh milik petani yang digusur untuk proyek tapak PLTU batu bara juga menyisakan masalah di mana harga tanam tumbuh yang diganti tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak sesuai dengan peraturan gubernur nomor 27 tahun 2016 tentang Pedoman Ganti Rugi Tanam Tumbuh Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Juru Kampanye Energi Yayasan Kanopi Bengkulu, Olan Sahayu menambahkan ketidaksesuain lain yang ditemukan adalah terkait persepsi masyarakat yang menyebutkan bahwa 92 persen warga Kelurahan Teluk Sepang menyetujui proyek PLTU batu bara, padahal sejak awal kehadiran proyek tersebut, warga telah menyampaikan penolakan.
Sebanyak 429 orang warga menandatangani penolakan proyek PLTU batu bara dan tandatangan tersebut disampaikan lewat surat tertulis yang ditujukan ke Gubernur Bengkulu dan ditembuskan ke Presiden Joko Widodo pada 24 Juni 2016.
Puncaknya, penolakan dilakukan warga dalam bentuk blokade jalan saat peletakan batu pertama proyek oleh Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti pada 25 Oktober 2016.
Sementara pada fase konstruksi, dalam dokumen ANDAL disebutkan untuk mengerjakan proyek ini, sebanyak 590 orang warga lokal akan mendapat lapangan pekerjaan. Faktanya, menurut tokoh masyarakat setempat pada bulan September 2018, hanya 25 orang warga Teluk Sepang yang bekerja di proyek tersebut, sedangkan sisanya adalah Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China.
Menanggapi hal ini, Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Yuliswani mengatakan segera menindaklanjuti aspirasi warga tersebut dengan melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dan pengelola tapak PLTU batu bara, PT Pelindo II Bengkulu.
“Tim teknis AMDAL akan turun ke lapangan untuk menindaklanjuti temuan yang disampaikan tim advokasi dan masalah ganti rugi tanam tumbuh akan difasilitasi PT Pelindo II,” katanya.