Bengkulu (ANTARA) - Suprapto, warga Kecamatan Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) meraih juara pertama lomba teknologi tepat guna untuk kategori inovasi terknologi. Alat pencetak paving block yang terbuat dari olahan limbah plastik dicampur pasir karya Suprapto ini berhasil mengalahkan karya-karya dari provinsi lain se Indonesia dalam gelaran TTG tingkat nasional ke-21 yang diselenggarakan Kementerian Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Provinsi Bengkulu, Minggu (22/9).
“Alat ini saya sebut dengan hot mixer paving block manual. Alat ini digunakan untuk mengolah limbah plastik menjadi paving block. Alat ini ramah lingkungan. Asap yang ditumbulkan dari pembakaran limbah plastik itu di netralkan atau di filter dengan alat pencuci asap. Jadi asapnya sudah tidak membahayakan pekerja dan lingkungan sekitarnya,” kata Suprapto saat diwawancarai di Bengkulu, Minggu.
Meski terbuat dari olahan limbah plastik, kualitas paving block yang dihasilkan dari alat hot mixer manual ini tak kalah dengan paving block yang terbuat dari semen. Berdasarkan hasil uji laboratorium, paving block yang dihasilkan dari campuran 1 kilogram limbah plastik dicampur 2 kilogram pasir ini memiliki kekuatan hingga 17 MPa dan masuk dalam kategori standar nasional Indonesia atau SNI.
Suprapto mengaku ia membutuhkan waktu selama 7 bulan dan melakukan 5 kali uji coba sebelum akhirnya alat ini dianggap benar-benar bisa bekerja dengan baik sehingga menghasilkan paving block berkualitas. Riset pembuatan alat ini sudah dilakukannya sejak awal tahun 2019 lalu. Selain membantu mengurangi dampak buruk limbah plastik, alat ini dianggap memiliki nilai ekonomi dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bulungan.
Suprapto membuat alat ini dengan material yang cukup sederhana, yakni dari plat besi ukuran 3 mili sebagai tabung pembakaran plastik dan pengadukan pasir. Kemudian beberapa batang pipa plastik sebagai corong dan pencucian asap. Cara mengoperasikan alat ini juga terbilang mudah. Pertama dengan membakar limbah plastik didalam tabung selama 1 jam. Setelah limbah plastik mencair kemudian campurkan dengan pasir dan kemudian diaduk secara manual selama 30 menit. Setelah dirasa cukup merata, adonan tadi tinggal dimasukan dalam cetakan paving block lalu dijemur.
“Alat ini kapasitasnya maksimal 40 kilo. Itu 10 kilo plastik dan 30 kilo pasir. Waktu mengaduknya itu pelan saja, RPM-nya rendah. Paling waktu ngaduknya itu dalam satu menit 30 sampai 40 putaran saja. Jadi penggunaan alat ini sangat mudah dan ramah lingkungan,” papar Suprapto.
Bertekad menjaga lingkungan tetap sehat
Suprapto mengatakan, alat ini ia dedikasikan untuk masyarakat Indonesia agar peduli dan mau menjaga lingkungan tempat tinggal agar tetap bersih dan sehat. Ia mengaku, ide pembuatan alat ini muncul setelah melihat kondisi pantai sekitar tempat tinggalnya di Kecamatan Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kaltara penuh dengan sampah plastik. Ia semakin khawatir dengan ancaman pencemaran lingkungan mengingat kampung halamannya itu merupakan kawasan pulau kecil dan terluar yang rawan terjadi bencana alam.
Terlebih, di daerah itu belum ada industri yang bisa mengolah atau mendaur ulang limbah plastik. Sehingga limbah plastik yang bersumber dari sampah rumah tangga yang dimuntahkan oleh laut itu semakin hari semakin menumpuk dan berserakan. Pilihan membakar sampah-sampah plastik juga bukan pilihan yang bijak. Sebab membakar sampah plastik secara sembarangan hanya akan menimbulkan persoalan lingkungan baru yaitu polusi udara.
“Kalau terus begini semakin lama merusak, mencemari lingkungan dan membahayakan kelangsungan hidup flora dan fauna yang ada di laut. Akhirnya ini juga akan berimbas kepada manusia itu sendiri,” jelas Suprapto. Atas dasar itu, ia kemudian melakukan studi literasi untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada di tempat tinggalnya. Berbekal pengetahuan dari mesin pencarian di internet, ia menemukan ide untuk menyulap limbah plastik menjadi barang yang memiliki nilai lebih.
Kata Suprapto, sebenarnya di daerah lain sudah ada yang membuat paving block dari olahan limbah plastik ini. Namun proses pembuatannya tidak ramah lingkungan. Pembuat paving block tersebut tidak memperthatikan polusi yang timbul akibat pembakaran limbah plastik. Suprapto kemudian menginovasi cara membuat paving block dari limbah plastik mejadi lebih ramah lingkungan dengan cara menambah alat pencuci asap. Selain itu, ia juga memodifikasi cara mengaduk campuran cairan limbah plastik dan pasir yang sebelumnya dengan cara menggunakan skop, diganti dengan menggunakan penggiling manual.
Dengan terpilihnya alat pengolahan limbah plastik menjadi paving block ciptaannya ini menjadi juara TTG tingkat nasional, ia berharap alat ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi kampung halamannya saja tetapi juga bagi masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Terlebih, saat ini limbah plastik benar-benar telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan lingkungan hidup diseluruh daerah.
“Coba bayangkan misalnya satu desa memiliki 4 sampai 5 unit alat ini dan dalam satu hari bisa mengolah 100 kilo sampah plastik. Kalau ada 80 desa saja yang menggunakan alat ini artinya dalam satu hari bisa 800 ribu kilo sampah plastik yang berkurang secara nasional,” harap Suprapto.
Sayangnya, alat yang diberi nama hot mixer paving block manual karya Suprapto ini belum memiliki hak paten sehingga rawan diklaim oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Setelah menjuarai gelaran TTG tingkat nasional ke-21 ini, Suprapto mengaku banyak mendapat masukan agar karyanya itu segera didaftarkan untuk mendapat pengakuan hak paten. Ia berencana segera mengurusnya setelah kegiatan TTG selesai.
Memilih transfer ilmu ketimbang menjual secara komersil
Hingga kini alat hot mixer paving block manual ini baru diprduksi satu unit saja. Namun setelah menjuarai TTG tingkat nasional sudah ada beberapa Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di Kabupaten Bulungan yang melakukan pemesanan sebanyak 4 unit. Selain itu, beberapa provinsi lainnya yang melihat alat hot mixer paving block ini dipamerkan digelaran TTG tingkat nasional menyatakan ketertarikannya untuk membeli alat tersebut. Diantaranya adalah Provinsi Bengkulu dan Kota Bekasi.
Suprapto mengatakan, ia lebih tertarik untuk memberikan transfer pengetahuan atau transfer teknologi kepada daerah yang tertarik dengan karyanya itu ketimbang menjual alat tersebut. Hal itu mengingat material yang digunakan untuk membuat alat itu cukup murah dan mudah ditemukan. Sebab, jika alat itu diproduksi di Provinsi Kaltara, otomatis memerlukan biaya ongkos kirim yang besar jika dikirim ke luar provinsi. Karenya, ia lebih tertarik untuk membuat dan mengajarkan langsung kepada daerah yang tertarik memiliki alat hot mixer paving block dari pengolahan limbah plastic ini.
“Ya lebih bagus transfer atau alih teknologi. Kalau jualkan ongkos kirimnya besar. Jadi kalau ada daerah yang tertarik kita bisa datangi daerah itu. Mana tau material pembuatan alat ini di daerah lain harganya lebih murah. Kalau ditanya berapa harganya alat ini saya pikir sekitar 9 juta,” kata Suprapto. Kedepan ia bertekad untuk terus mengembangkan alat ini. Jika sekarang alat ini dioperasikan secara manual, kedepan ia berharap bisa menggunakan motor listrik sehingga semakin memudahkan penggunaannya.
Selain Suprapto, dalam pembukaan TTG tingkat nasional ke-21 di Provinsi Bengkulu juga diumumkan para pemenang lainnya. Diantaranya I Gede Suryawan dari Provinsi Bali sebagai juara dua lomba inovasi TTG yang membuat alat Yande Batok. Sarno dari Provinsi Sulsel sebagai juara ketiga dengan karya Alat Patripot. Muhammad Dani Supardan dari Provinsi Aceh sebagai juara harapan 1 dengan karya Alat Produksi Minyak Nabati Multi Umpan. Romli dari Provinsi Jawa Barat sebagai juara harapan 2 dengan karya Solid Tech Coffe. Samsul Maarif dan Lisna Agustin dari Provinsi Banten sebagai juara harapan 3 dengan karya Robot Mitigasi Bencana.