Bengkulu (ANTARA) - Ketua Lembaga Adat Enggano, Ferdinand Kaarubi bersama pengurus Yayasan Karya Enggano, Senin (10/2) mendatangi kantor Gubernur Bengkulu, mereka mendesak gubernur segera memindahkan pengelolaan administratif Pulau Enggano dari sebelumnya di Kabupaten Bengkulu Utara ke Kota Madya Bengkulu.
Kata Ferdinand, pemindahan ini merupakan permintaan dari seluruh warga di pulau tersebut. Alasannya yakni warga mengeluhkan kesulitan mengurus birokrasi karena jarak antara Pulau Enggano dan Kabupaten Bengkulu Utara yang terlalu jauh. Akan lebih dekat bila dipindahkan ke Kota Bengkulu.
"Kami masyarakat Pulau Enggano sangat mengharapkan pisah dari Bengkulu Utara. Alasannya karena birokrasinya sangat jauh, kita mau pindah ke Kota Madya atau langsung dibawah naungan bapak gubernur," kata Ferdinand.
Saat ini, akses transportasi dari dan menuju Pulau Enggano hanya dari Kota Bengkulu, baik itu transportasi laut maupun transportasi udara. Jika melalui jalur laut, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke pulau terluar di Indonesia dari pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu bisa mencapai 12 jam. Kapal yang melayani tujuan ini pun hanya 2 kali seminggu, itu pun jika cuaca normal.
Sedangkan jika melalui jalur udara, penerbangan perintis dengan biaya di subsidi dari pemerintah ini pun hanya dibuka 1 kali per minggu yakni setiap hari Selasa. Belakangan Pemprov Bengkulu menambah satu penerbangan lagi yakni hari Jumat di minggu ganjil. Tiket penerbangan ini dipatok mulai dari harga Rp268 ribu hingga Rp288 ribu. Waktu yang dibutuhkan sekitar 1 jam penerbangan.
Untuk menuju Kabupaten Bengkulu Utara, warga Pulau Enggano tetap harus melewati Kota Bengkulu terlebih dulu. Waktu tempuh normal dari Kota Bengkulu menuju ibu kota Kabupaten Bengkulu Utara yakni Argamakmur sekitar 2 jam. Jarak ini lah yang dikeluhkan warga Pulau Enggano.
Selain karena alasan jarak, warga juga mengeluhkan lambatnya pembangunan di pulau tersebut. Beberapa persoalan seperti putusnya akses trasnportasi yang disebabkan dermaga dan kapal yang rusak memicu lahirnya persoalan lain yakni krisis BBM, listrik, sembako dan gas elpiji. Kata Ferdinand, persoalan ini tak pernah selesai dan terus berulang, seolah tak ada jalan keluar.
Lambatnya pembangunan dan perbaikan infratruktur juga berakibat pada memburuknya perekonomian warga setempat. Ibarat efek domino, persoalan akses trasportasi yang sewaktu-waktu bisa saja putus karena faktor cuaca membuat hasil bumi atau hasil pertanian warga setempat tak bisa dijual ke luar pulau. Hasil pertanian seperti pisang terpaksa busuk dan tak memiliki nilai jual lagi.
"Ini lah buktinya kita mau berhubungan untuk menyampaikan informasi Enggano sudah gelap gulita selama hampir 20 hari, kita mau ke Argamakmur bagaimana, kan jauh jadi kita langsung ke gubernur," tegas Ferdinand.
Didukung seluruh kepala suku
Permintaan warga yang ingin pisah dari Kabupaten Bengkulu Utara ini sebenarnya sudah disampaikan sejak jauh-jauh hari. Sekretaris Yayasan Karya Enggano, Prontir Kauno merinci, usulan itu sebenarnya sudah disampaikan sejak ere gubernur Hasan Zen, namun tak pernah terealisasi.
Perjuangan warga Pulau Enggano saat itu sebenarnya sudah didukung seluruh kepala suku dan kepala desa, namun diakuinya belakangan ada beberapa tokoh yang tidak setuju dan kemudian menemui Bupati Bengkulu Utara saat itu Muslihan DS dan meminta agar Pulau Enggano secara administratif tetap bertahan di Kabupaten Bengkulu Utara.
Situasi hari ini berbeda, kata Prontir, seluruh kepala suku dan warga di Pulau Enggano sepakat tidak mau lagi bergabung dengan Kabupaten Bengkulu Utara. Saat ini pihaknya sedang menyusun petisi permintaan pemindahan pengelolaan administratif. Petisi ini nantinya ditandatangi seluruh kepala suku dan kepala desa yang totalnya berjumlah 12 orang.
"Kami sudah lakukan sejak dulu waktu pak Hasan Zen masih Gubernur Bengkulu. Tahun 2003 semua kepala suku menandatangani itu, termasuk juga kepala desa. Sekarang ini yang lagi kami rencanakan (membuat petisi baru)," kata Ferdinand.
Perjuangan tokoh adat Enggano untuk menemui langsung gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah tidak kesampaian. Mereka hanya ditemukan dengan Asisten II Setda Provinsi Bengkulu Yuliswani.
Namun beberapa waktu lalu Antara sempat membawa keluhan warga Pulau Enggano yang ingin memisahkan diri dari Kabupaten Bengkulu Utara ini ke Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. Namun Rohidin belum mau menanggapi hal ini. "Kalau pembicaraan wilayah administratif itu agak panjang pembicaraannya," singkat Rohidin.
Hal senada juga diungkapkan Yuliswani saat diwawancarai usai menerima perwakilan tokoh adat Enggano. Namun pernyataan Yuliswani agak lebih panjang ketimpang pernyataan Gubernur Bengkulu tempo hari. Pada prinsipnya, kata Yuliswani, Pemprov Bengkulu akan merespon apa yang menjadi keluhan warga Pulau Enggano.
"Tentu itu harus dibahas secara khusus, tidak bisa langsung karena ini menyangkut wilayah pasti ada aturan-aturan tertentu. Nanti akan dibahas lah secara teknis oleh biro yang membidangi hal ini. Kalau ini kan juga penetapannya harus dari pemerintah pusat," papar Yuliswani.
Birokrasi jauh, Enggano minta pisah dari Bengkulu Utara
Selasa, 11 Februari 2020 21:31 WIB 5343