Nairobi (ANTARA Bengkulu) - Twitter membekukan akun gerilyawan Al-Shabaab Somalia, Jumat, beberapa hari setelah mereka memasang foto seorang prajurit komando Prancis yang mereka bunuh dan mengancam akan mengeksekusi sejumlah sandera Kenya.
Sebuah pesan dari Twitter di @HSMPress berbunyi, akun berbahasa Inggris itu "telah dibekukan". Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu.
Meski demikian, akun-akun yang berbahasa Somalia dan Arab tetap beroperasi, dan gerilyawan menggunakan akun berbahasa Arab mereka untuk mengecam pembekuan itu, yang mereka sebut sebagai sensor.
"Ini bukti baru mengenai kebebasan berpendapat di Barat," kata mereka.
Rabu, gerilyawan Al-Shabaab menggunakan akun itu untuk menunjukkan situs yang menyiarkan video sandera Kenya yang akan mereka eksekusi dalam waktu tiga pekan jika pemerintah Nairobi tidak membebaskan tahanan-tahanan atas tuduhan terorisme.
Sebelumnya bulan ini, mereka memasang foto seorang prajurit Prancis yang tewas selama upaya penyelamatan gagal terhadap seorang agen Prancis yang ditahan Al-Shabaab selama lebih dari tiga tahun. Mereka kemudian menggunakan Twitter untuk mengumumkan eksekusi sandera tersebut.
Twitter memperingatkan bahwa akun bisa dibekukan jika melanggar peraturan, yang mencakup penerbitan "ancaman kekerasan khusus, langsung, terhadap orang lain", menurut ketentuan yang dipasang di situs media sosial tersebut.
Akun pengguna juga dibekukan jika mereka menggunakan Twitter "untuk tujuan pelanggaran hukum atau pendorongan kegiatan ilegal".
Akun gerilyawan Al-Shabaab yang dibuka pada Desember 2011 memiliki lebih dari 20.000 pengikut hingga akhir-akhir ini.
Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida mengobarkan perang selama beberapa tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB.
Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.
Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.
Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.
Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaida.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan Al-Qaida pimpinan Osama bin Laden.
Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. (Antara)