Bengkulu (Antara Bengkulu) - Beberapa hari terakhir di Bengkulu ditemukan dua satwa liar dilindungi yakni harimau dan gajah mengalami gangguan yang disebabkan oleh manusia.
Akhir Februari lalu seekor harimau Sumatera (Phantera tigris Sumatrae) dievakuasi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam karena terkena jerat warga.
Berdasarkan saran dokter hewan setempat, harimau tersebut memerlukan perawatan lebih intensif ke rumah sakit hewan, kata Kepala BKSDA Bengkulu Anggoro Dwi Sujatmiko.
Ia mengatakan, harimau betina yang diberi nama Tesa itu sekarang mengalami salah satu urat kaki belakang terjepit diduga akibat benturan saat kena jerat ketika tertangkap.
Saat ini, kedua kaki belakang hewan dilindungi itu terancam lumpuh meskipun kodisi kesehatannya mulai membaik dan memerlukan perawatan ronsen di rumah sakit hewan.
"Kewajiban kami mengusulkan agar harimau itu bisa dironsen supaya bisa mengetahui penyakit dideritanya, terutama pada bagian kaki belakangnya," kata dia.
Terkait rumah sakit sebagai rujukan, ujarnya tergantung perintah pusat yang terpenting harimau itu betul-betul kembali sehat.
Kepala Tata Usaha BKSDA Bengkulu Supartono mengatakan, harimau itu setelah kena jerat berhasil masuk kerangkeng yang diberi umpan seekor kambing dan beberapa ekor ayam.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pertama saat kondisi harimau itu makin lemas ada beberapa hal pemicu yaitu pada lehernya terluka cukup serius dan membusuk bahkan sudah berulat.
Harimau betina itu berhasil dievakuasi dari wilayah Desa Talang Sebaris, Kecamatan Airpriukan, Kabupaten Seluma, Bengkulu, Kamis (21/2).
Harimau betina yang diperkirakan berusia tiga hingga empat tahun itu diberi nama Tesa, yakni singkatan dari Desa Talangsebaris, lokasi penyelematan satwa tersebut.
Berdasarkan pantauan, harimau yang dirawat di Kantor BKSDA Bengkulu itu terlihat kurus dengan bagian kaki yang terluka.
"Tiap pagi dan sore menghabiskan lima hingga enam kilogram daging ayam atau daging sapi," kata seorang petugas yang sedang memberi makan harimau itu, Riko.
Harimau "Duduki" Pondok
Sementara itu, Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, meminta Badan Konservasi Sumber Daya Alam menangani harimau Sumatera yang sudah seminggu menduduki pondok di kebun petani Kecamatan Malin Deman.
"Kami dapat laporan dari petani bahwa ada harimau menduduki pondok kebunnya. Kami telah koordinasikan hal itu kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kehutanan," kata Kabid Kehutanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan (DP3K Kabupaten Mukomuko, Wahyu Hidayat.
Ia mengatakan, berdasarkan keterangan dari petani tersebut, harimau itu sudah seminggu berkeliaran dan tinggal di pondok kebun sehingga para petani takut ke kebun.
"Sekarang petani tidak berani lagi ke kebunnya karena harimau tersebut masih berada di pondok mereka," katanya.
Wahyu berharap petugas BKSDA membantu menangani harimau yang menduduki pondok di kebun petani agar tidak terjadi konflik antara manusia dan harimau.
Menurut dia, ada kemungkinan harimau itu masuk kebun karena masih berada dalam habitatnya.
Namun, lanjutnya, untuk membuktikan bahwa lokasi itu masih masuk dalam kawasan hutan menjadi habitat harimau, perlu dilakukan pengukuran untuk menentukan batas kawasan hutan di wilayah itu.
"Jika sudah diketahui letak kebun itu sehingga dapat diketahui kebun petani itu masuk dalam kawasan atau tidak," tambahnya.
Selain itu, ia menyatakan, tidak ingin dengan seringnya harimau masuk kebun petani, hewan yang dilindungi itu menjadi target perburuan dan jeratan warga pemilik kebun.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu menurunkan tim untuk mengecek informasi warga tentang beberapa ekor harimau Sumatra yang berkeliaran di Mukomuko.
"Kamo sejak laporan itu masuk beberapa hari lalu, langsung menurunkan tim ke lokasi. Bila betul ada harimau tersebut, akan dievakuasi," kata Kepala BKSDA Bengkulu Anggoro Dwi Sujatmiko.
Ia mengatakan setiap laporan masyarakat ada harimau atau gajah mengganggu kegiatan warga, akan ditindaklanjuti secara cepat, sehingga tidak terjadi konflik antara hewan dilindungi dan manusia.
Berdasarkan permintaan masyarakat melalui instansi terkait di Mukomuko, ada harimau Sumatra berkeliaran di dekat pondok di kebun petani, di Kecamatan Malin Deman, selama sekitar sepekan.
"Namun, hingga Selasa (5/3) belum ada informasi dari tim tersebut dan mudah-mudahan dalam waktu dekat tim bisa menemukan harimau tersebut dan akan dilakukan tindakan," katanya.
Gajah Sakit
Kisah memilukan akibat makin terdesaknya habitat hewan yang semakin berkurang populasinya terjadi di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu ketika aryawan PT Daria Darma Pratama, Senin (4/3) pagi menemukan seekor induk gajah yang tidak bisa berdiri di kebun Air Penulang, Desa Talangarah.
"Tenaga kerja PT Daria Darma Pratama (DDP) saat menebas di kebun perusahaan itu, menemukan induk gajah tersebut," kata Camat Malin Deman Hari Dianto, di Mukomuko.
Camat telah menghubungi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ketahuan, dan petugas BKSDA.
Selain itu, Hari Dianto juga menghubungi Bupati Mukomuko Ichwan Yunus dan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan.
Sambil menunggu kedatangan tim BKSDA, kata dia, induk gajah tersebut dijaga ketat oleh personel dari Komando Rayon Militer (Koramil).
"Induk gajah tersebut masih dalam keadaan hidup, namun tidak bisa berdiri. Gajah itu dijaga oleh tentara," katanya.
Ia menegaskan, tidak ingin disalahkan dengan adanya gajah yang dalam kondisi tidak bisa berjalan, sehingga segera berkordinasi dengan instansi terkait agar hewan itu dapat diselamatkan.
"Kami juga tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan gajah itu, biarlah orang BKSDA yang memeriksanya, dan kemungkinan gajah itu akan dibawa oleh mereka," katanya.
Ia mengakui, bahwa di kecamatannya sering ada gajah yang masuk perkebunan warga karena lokasinya masih banyak hutan.
Kemudian, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu melakukan pengobatan dengan memasang infus pada seekor gajah liar yang sakit telah ditemukan warga di sekitar kawasan perkebunan besar wilayah itu.
Berdasarkan informasi dari lapangan seekor gajah liar betina yang sudah tua berumur sekitar 50 tahun dan berat tiga ton itu, menderita sakit pada kemaluannya serta rahangnya bengkak, kata Kepala BKSDA Bengkulu Anggoro Dwi Sujatmiko.
Ia menjelaskan, posisi gajah itu sekarang berada di hutan produksi terbatas (HPT) Air Ipuh Register 65 dalam perawatan dan pengobatan intensif oleh tim dokter BKSDA yang diberangkatkan pada Senin (4/3) malam ke lokasi.
Awalnya petugas melihat ada sebuah besi bulat berukuran kecil menembus telapak kakinya, diduga dipasang orang tak bertanggungjawab atau pemburu satwa liar di sana.
Gajah tersebut diperkirakan ditinggal rombongannya karena sudah sakit sebelumnya, saat mencari makanan di sekitar kebun masyarakat dan perkebunan besar milik Daria Darma Pratama(DDP).
"Kami berupaya untuk menyelamatkan gajah liar tersebut agar bisa tetap hidup dengan harapan bila sudah sembuh akan kembali dilepas ke kawasan hutan," ujar Anggoro lagi.
Upaya Penyelamatan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bengkulu mempertanyakan rencana usulan penambahan lahan koredor gajah Sumatra dari Pusat Latihan Gajah menuju kawasan hutan Taman nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Bila usulan tersebut belum disetujui pusat, maka perlu kembali diusulkan mengingat konflik gajah manusia makin meningkat termasuk perlindungan pada satwa dilindungi lainnya, kata anggoat DPRD Provinsi Bengkulu M Sis Rahman.
Ia mengatakan, kawasan hutan yang akan diusulkan tersebut dari pada hancur dibabat secara liar lebih baik bermanfaat bagi menyelamatkan satwa liar termasuk gajah, harimau dan lainnya.
Ke depan di perkirakan konflik gajah manusia akan meningkat karena habitat gajah tersebut sudah berubah menjadi areal perkebunan, sedangkan binatang besar itu perlu makanan.
Akibatnya tidak heran kalau gajah merusak tanaman masyarakat seperti kelapa sawit karena tanaman itu berada pada habitat mereka termasuk harimau memangsa ternak warga yang sebagian besar pada wilayah perkebunan.
"Kami mendapat informasi bahwa lahan yang diusulkan untuk menjadi koredor gajah liar di Bengkulu utara sudah menjadi perkebunan sawit dan industri hasil hutan," katanya.
Ia menilai, pola menggerorogiti hutan lindung dan konservasi di Bengkulu adalah memasukan perambah dalam jumlah besar, setelah itu dijadikan plasma atau lahan pertambangan.
Praktik tersebut hanya untuk menguntungkan pribadi dan golongan tertentu, sedangkan nasib hewan langka terancam punah bahkan banyak dibunuh melalui pemburuan liar, ujarnya.
Pihaknya mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu untuk serius mengusulkan lahan koredor gajah tersebut, supaya keberadaan hewan langka dapat terjaga.
Mantan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I Sumatra Banjar Laban sangat menyayangkan, usulan koredor gajah di Bengkulu belum terealisasi.
Lahan yang akan diusulkan tersebut seluas 12.000 hektare menghubungkan PLG Sebelah di Bengkulu Utara ke kawasan hutan TNKS daerah itu.
"Dengan adanya kawasan koredor gajah tersebut tidak hanya bisa dinikmati gajah, tapi harimau, badak, rusa dan lainnya bisa hidup secara bebas pada kawasan tersebut," ujarnya.
Sementara Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu meningkatkan perlindungan dan pengelolaan dua satwa liar terancam punah, yakni harimau sumatra (phantera tigris sumatrae) dan gajah sumatra (elephas maximus sumatrae).
"Harimau dan gajah, dua satwa terancam punah yang habitatnya di hutan-hutan wilayah Bengkulu," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Anggoro Dwi Sudjatmiko.
Ia mengatakan perlindungan dan pengelolaan dua satwa langka itu dilakukan dengan perbaikan kondisi habitatnya, yakni hutan produksi dan konservasi di sejumlah kawasan.
Kondisi habitat yang terus menyempit akibat perambahan dan penebangan liar membuat masa depan dua satwa khas Sumatra itu semakin terancam.
"Saat ini 60 persen kondisi habitat masih baik, tapi ancaman perambahan liar penebangan liar masih tinggi," katanya.
Rehabilitasi terhadap kawasan hutan yang rusak sudah dilakukan BKSDA secara berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan satwa liar.
"Kesejahteraan maksudnya ancaman tidak tinggi dan konflik antara manusia dan harimau atau gajah minimalisir," ujarnya.
Anggoro mengatakan terdapat sekitar 60 ekor gajah Sumatra liar yang terdapat di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, Bengkulu Utara.
Ancaman lain terhadap keberlanjutan satwa langka itu yakni perburuan liar, terutama harimau Sumatra.
Perdagangan bagian tubuh harimau dan gajah melalui dunia maya yang semakin bebas dan tanpa batas membuat upaya pemberantasan perburuan semakin mengalami tantangan.
"Sindikat perdagangan bagian tubuh harimau dan gajah adalah sindikat internasional sehingga Kementerian Kehutanan sudah membentuk tim khusus yang melibatkan BKSDA di seluruh daerah," katanya.
Dua satwa liar itu juga masuk dalam daftar "Convention on International Trade in Endangered Species" (CITES).
Dia menjelaskan, 3 Maret diperingati sebagai hari lahirnya Konvensi CITES yaitu konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies yang hampir punah.
Konvensi ini merupakan suatu pakta perjanjian yang berlaku sejak 1975. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1978.
CITES merupakan satu-satunya perjanjian atau traktat global dengan fokus pada perlindungan spesies terhadap perdagangan internasional.
"Pengawasan dan penindakan perdagangan satwa yang hampir punah terus ditingkatkan tapi kondisi kerusakan habitat satwa ini juga perlu dicegah," katanya.(ant)
Harimau dan gajah di Bengkulu terancam punah
Kamis, 7 Maret 2013 22:44 WIB 2045