Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat bahwa untuk dapat mengungkit daya beli masyarakat, pemberian insentif tarif listrik sebaiknya harus diikuti penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Pemberian insentif tarif listrik itu memang perlu dilakukan, namun belum mencukupi untuk dapat mengungkit daya beli masyarakat tanpa disertai kebijakan penurunan harga BBM,” kata Fahmy kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa beberapa studi membuktikan penurunan tarif listrik dan harga BBM secara simultan dapat menaikkan daya beli masyarakat yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Di tengah tren penurunan harga minyak dunia, sesungguhnya merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah untuk menurunkan harga BBM dalam waktu dekat ini,” katanya.
Pemerintah menganggarkan dana dalam jumlah besar untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui peningkatan pendapatan dan meringankan beban biaya yang ditanggung masyarakat. Dari total anggaran PEN sebesar Rp695,2 triliun, antara lain untuk bidang kesehatan dianggarkan sebesar Rp23,3 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp 18,7 triliun, UMKM sebesar Rp34,1 triliun.
Penganggaran dana PEN itu, menurut Fahmy Radhi, ternyata tidak mampu untuk mengungkit daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 yang mencapai minus 5,32 persen merupakan salah satu indikator bahwa realisasi anggaran PEN belum mampu mengungkit daya beli masyarakat, hingga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.“Masalahnya adalah daya serap realisasi anggaran dana PEN di semua bidang masih sangat rendah,” ujarnya.
Pemerintah juga berupaya untuk menurunkan beban biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat, salah satunya memberikan insentif tarif listrik. Untuk menjalankan kebijakan pemerintah, PLN menggratiskan pembayaran listrik bagi 24 juta pelanggan dengan daya 450 Volt Ampere (VA) dan memberikan diskon 50 persen bagi 7 Juta pelanggan dengan daya 900 VA bersubsidi.
Keringanan biaya listrik itu berlaku selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2020. Kebijakan insentif listrik itu diperpanjang hingga Desember 2020 dan diperluas pada golongan konsumen sosial, bisnis, dan industri. Total biaya yang dibutuhkan untuk tahap awal pemberian insentif tarif listrik serta perpanjangan dan perluasan sekitar Rp6,53 triliun.