Paris (Antara/Reuters) - Rafael Nadal memperlihatkan sisi atletis dan kepercayaan diri yang membuat dirinya meraih delapan gelar Prancis Terbuka dengan menaklukkan Novak Djokovic 6-4, 3-6, 6-1, 6-7 (3), 9-7 pada semifinal Roland Garros yang berlangsung selama empat setengah jam pada Jumat.
Pada pertandingan yang memperlihatkan banyak drama termasuk poin hukuman, pertarungan bola-bola tipis di atas net, beberapa pukulan dengan trik, peringatan terhadap kegiatan mengulur-ngulur waktu, dan teriakan kemarahan, reli-reli panjanglah yang memberi perbedaan.
Nadal dapat bertahan dari permainan baseline Djokovic yang melelahkan untuk memperpanjang lajunya di lapangan tanah liat utama dengan catatan 58-1, dan mencapai final Paris Terbuka untuk kedelapan kalinya, di mana ia akan berhadapan dengan harapan tuan rumah Jo-Wilfried Tsonga atau sesama petenis Spanyol David Ferrer.
"Ini sangat istimewa bagi saya," kata Nadal dalam bahasa Prancis saat diwawancarai di pinggir lapangan dengan keringat masih bercucuran di wajahnya.
"Novak adalah petarung...dan ia akan menang di sini suatu hari nanti. Namun saya siap untuk bertarung."
Pada pertemuan ke-35 antara kedua petenis ini, Djokovic terancam mendapat kesulitan dari Nadal di mana ia memenangi empat game berturut-turut untuk memenangi set kedua, namun petenis Serbia itu dengan cepat membalikkan keadaan ketika ia mengklaim 12 poin pada set ketiga yang berjalan berat sebelah.
Nadal kemudian bertahan dua poin pada game terakhir di set keempat ketika ia membiarkan Djokovic menjatuhkan serve untuk unggul 6-5, petenis Serbia itu kemudian melepaskan pukulan forehand untuk mematahkan serve lawannya sebelum mengepalkan tinju ke arah para pendukungnya.
Pukulan-pukulan petenis Spanyol itu tiba-tiba melambat dan bahunya mengendur ketika Djokovic melalui pola permainannya kemudian mencatatkan skor 7-3 pada tiebreak set keempat.
Djokovic memukul dadanya dengan tinju yang terkepal dan kemudian mengancam untuk menaklukkan Nadal pada set kelima ketika ia unggul 4-2.
Penguasa lapangan tanah liat
Namun Roland Garros adalah wilayah kekuasaan Nadal dan selama bertahun-tahun pada juara Grand Slam sekaliber Roger Federer, Andy Murray, Lleyton Hewitt, Juan Martin del potro, dan Carlos Moya telah mencoba - dan semuanya gagal - untuk menaklukkan sang penguasa lapangan tanah liat.
Djokovic, juara turnamen utama sebanyak enam kali, tidak berbeda.
Melakukan serve pada kedudukan unggul 4-3 dan skor 40-40, Djokovic geram karena dirinya mendapat peringatan dari wasit Pascal Maria karena dianggap mengulur-ngulur waktu.
Ia bereaksi dengan melepaskan serve dan memukul bola yang membuat dirinya kehilangan angka yang semestinya dapat memberi keuntungan bagi dirinya. Namun bolanya nyaris mengenai net dan wasit memberikan poin untuk Nadal, yang membuat Djokovic terlihat marah dan berargumen dengan suara keras.
Seorang lawan yang marah dan terganggu merupakan sosok lawan yang diinginkan Nadal, dan ia tidak memerlukan undangan kedua untuk menggebrak dan mematahkan service Djokovic.
Jika hal itu buruk bagi Djokovic, dua game berikutnya Nadal mengilustrasikan perbedaan pola pikir di antara dua pemain ketika ia melepaskan pukulan di antara kaki sambil berlari ke baseline, dan petenis Serbia itu menjawabnya dengan memukulbola yang membentur net.
Para penonton bersorak gembira, Nadal mengulum senyum dan Djokovic terlihat semakin gusar.
"Anda bahkan tidak melihat ke lapangan,"kata Djokovic yang marah kepada wasit selama changeover. "Anda tidak mengambil keputusan apa-apa."
Sepuluh menit kemudian, Nadal mengambil keputusan untuk menyudahi perlawanan rivalnya ketika sang unggulan teratas melepaskan pukulan forehand panjang match point sehingga petenis Spanyol itu melompat gembira untuk merayakan kemenangannya.
"Saya benar-benar banyak bertarung," kata petenis Spanyol itu, yang tidak membiarkan hukuman poin pada set ketiga memperburuk permainannya, setelah meraih kemenangan ke-20 atas rivalnya.
"Pada 2012 di Australia, terdapat pertandingan serupa namun Novak menang. Kali ini saya. itulah yang membuat olahraga menjadi sangat besar."