Bogor, Jabar (ANTARA) - Umat Islam diminta tidak boleh berburuk sangka (suuzon) kepada Allah subhanahu wa ta'ala (SWT) atas terjadinya musibah berupa wabah COVID-19 yang hingga dua kali Ramadhan pada 2021 ini belum reda, kata khatib shalat Idul Fitri 1442 Hijriah.
"Jangan kita 'suuzon' dari wabah ini kepada 'rabbul alamin'. Jalanilah kehidupan ini dengan ketenangan dan keyakinan bahwa Allah SWT akan mengakhiri semua ini, Allah menyiapkan pahala besar dari wabah ini dan Allah ingin kita lebih mendekat kepada-Nya dari rumah-rumah kita agar semakin bertambah tinggi derajat kita di surga nanti," kata Pimpinan Bina Qurani Islamic School, ustadz Fitri Priyanto, Lc, MM saat khotbah shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di lapangan depan Masjid Al Khoslan, Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Sebaliknya, kata dia, sudah sepatutnya umat Islam harus terus berprasangka baik akan takdir Allah SWT dan mengambil hikmah indah di balik musibah ini.
"Mari bersama kita petik dan rasakan hikmah indah dibalik wabah ini. Kaum Muslimin janganlah berputus asa dan bersedih hati, jangan paranoid, takut dan was-was yang berlebihan," katanya.
Ia mengatakan hikmah yang bisa dipetik pada pandemi COVID-19 ini, di antaranya, pertama, musibah wabah ini mengajak umat Islam untuk mengevaluasi diri karena tidaklah terjadi musibah wabah kecuali karena dosa-dosa, baik dosa para pendosa dan dosa membiarkan orang lain asyik berbuat dosa.
Rujukan tentang hal itu adalah firman Allah SWT dalam Quran Surah (QS). Asy-Syura:30, "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
Sedangkan Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) bersabda dalam Hadits Riwayat (HR) Ibnu Majah, "Tidaklah nampak perbuatan zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha'un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.
"Untuk itu sudah saatnya kita menghilangkan sifat ego kita dengan mencukupkan salih atau baik sendiri saja. Kita harus peka terhadap kemungkaran yang terjadi di sekitar kita dengan mengubahnya, baik dengan tangan kita, lisan kita atau hati kita sesuai kemampuan kita," katanya.
"Jangan kita cuek dan pura-pura tidak tahu dengan kemaksiatan yang terjadi hingga akhirnya azab Allah SWT turunkan secara merata tidak pandang tua ataupun muda, miskin atau kaya dan pendosa atau yang bertakwa," tambahnya.
Hikmah kedua, pandemi ini memberi penyadarkan akan subtansi ibadah. Bahwa ibadah tidak selalu mesti dilakukan dengan berjamaah dan ramai-ramai, terkadang ibadah mesti dilakukan dengan menegur diri dalam kesendirian. Mengevaluasi diri yang penuh kekurangan dalam ibadah dan masih asyik dalam kelalaian dan dosa.
Dari sini diharapkan timbul kesadaran tentang arti kehidupan dunia yang fana lagi menipu dan kehidupan akhirat yang pasti lagi abadi, sehingga kemauan taubat dan hijrah lahir dari kesadaran dan kefahaman tujuan hamba diciptakan yang tidak lain adalah untuk ibadah, yakni mengesakan Allah dan beribadah sesuai tuntunan Rasulullah.
Kesadaran akan tujuan penciptaan inilah, kata dia, menjadi sebab kebahagiaan yang menenteramkan kehidupan dunia dan akhirat dan mengenyangkan jiwa yang lapar dan dahaga serta memberikan rasa aman dari ketakutan sebagaimana ini tertuang dalam QS. Al-Quraisy ayat 3-5.
Hikmah ketiga, gerakan 5 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi interaksi) yang merupakan efek pandemi ini mengajarkan akan pentingnya "hifzu nafs", menjaga diri dari kebahayaan sebagai wujud benarnya tawakal hamba kepada Rabnya dengan mematuhi protokoler kesehatan lainnya yang telah disampaikan pihak berwenang dan itu merupakan bagian dari undang-undang hukum Islam.
Ia mengemukakan hikmah tersembunyi dengan memakai masker, yakni Allah ingin manusia mengurangi pembicaraan yang tidak perlu, kata-kata yang menyakitkan, dan canda tawa yang berlebihan.
"Allah ingin kita merenungi dosa lisan kita dan menutupnya agar tidak mudah berkata dusta, berkata kasar dan berbuat ghibah serta adu domba," katanya.
Dengan mencuci tangan, kata dia, bukan sekadar membersihkan fisik tangan, tetapi Allah pun ingin manusia menyadari dosa melalui tangan masing-masing.
"Apa yang kita ketik di media sosial, apa yang kita 'browsing' di dunia maya, dan apa saja kezaliman tangan kita yang mungkin tak terhitung. Cuci tangan kita dari dosa tersebut dengan taubat 'nasuha'," katanya.
Hal itu diingatkan Rasulullah Muhammad SAW, yakni "Seorang Muslim itu adalah yang selamat Muslim yang lain dari keburukan lisannya dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang diharamkan Allah," sesuai HR. Bukhari dan Muslim.
Dengan menjaga jarak, katanya, selain meminimalisasi menyebarnya virus corona tentunya ada pesan tersirat agar manusia pun menjaga jarak diri dari dosa, jaga jarak dengan maksiat, jaga jarak dengan pergaulan bebas, sifat hedonisme, jaga jarak dengan cinta dunia yang melalaikan dengan kehidupan abadi di akhirat.
Semua itu, kata dia, adalah sekelumit hikmah indah di balik wabah dari Allah SWT.
"Marilah kita jalani bagian dari fase kehidupan kita di tengah wabah ini dengan tetap menjaga keimanan dan ketakwaan, optimistis dan 'husnuzon billah', pererat ukhuwah dan solidaritas kita sebagai anak bangsa, umat Islam untuk saling tolong menolong serta mendoakan," katanya.
Pada bagian akhir, secara khusus khatib menyampaikan pesan khusus untuk para perempuan Muslimah untuk bertakwa kepada Allah, menjaga aturan Allah, karena Rasulullah telah mengingatkan dengan tegas bahwa perempuan adalah penghuni terbanyak di neraka.
"Maka jagalah diri kalian dari perihnya siksa neraka dengan menjaga akidah, bertauhid yang benar, ibadah yang benar, pakailah jilbab kalian apapun profesi kalian, taatlah kepada suami, jaga kehormatan diri dan keluarga," katanya.
"Janganlah kalian tergiur dengan gaya hidup orang barat yang bebas tanpa batas, menolak syariat, dan menuruti perasaan dalam beragama bukan mengikuti wahyu," kata Fitri Priyanto.
Sementara itu Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Khoslan, Ahmad Nuryadin dalam laporannya menyampaikan kegiatan sepanjang Ramadhan hingga shalat Idul Fitri 1442 Hijriah dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat.
Ratusan jamaah shalat id, baik dewasa dan anak-anak, harus memakai masker, membawa sajadah sendiri, mencuci tangan dengan sabun atau penyanitasi tangan dan shaf shalat dilakukan dengan jarak.
"Sejak awal Ramadhan hingga shalat id hari ini, semua jamaah harus mengikuti penerapan prokes COVID-19," demikian Ahmad Nuryadin.
Khatib: Tidak boleh "suuzon" pada Allah SWT atas wabah COVID-19
Kamis, 13 Mei 2021 16:11 WIB 1451