Bengkulu (Antara) - Lembaga "Indonesian Parliamentary Center" menyebutkan terdapat 14 kerawanan yang harus diwaspadai dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014.
"Ada 14 potensi kerawanan yang dapat mengganggu kualitas penyelenggaran Pemilu Legislatif 2014," kata Sulastio dari Indonesian Parliamentary Center di Bengkulu, Minggu.
Menurutnya, 14 kerawanan tersebut yakni pertama, KPU terlambat menegeluarkan aturan terkait penyelenggaraan Pemilu.
Contohnya adalah pembatasan alat peraga, di mana KPU dinilai terlambat menerbitkan peraturan yang mengatur atribut kampanye tersebut.
Kedua, ketidakpuasan masyarakat terhadap daftar pemilih di mana banyak pemilih yang tidak terdaftar.
"Termasuk ketidakpuasan kandidat atau caleg terhadap daftar calon tetap," tambahnya.
Kerawanan ketiga yakni kampanye yang menonjolkan unjuk kekuatan, serta kampanye di daerah konflik.
Keempat adalah saat pemungutan suara di mana persoalan yang timbul antara lain akibat pemungutan suara yang melewati batas waktu, penghitungan suara dilakukan hingga pagi hari dan lainnya.
Berikutnya, surat suara banyak yang rusak tapi tetap dipakai dan kondisi surat suara tambahan yang kurang.
Sementara kerawanan keenam adalah surat undangan pemilih yang tidak sampai tetapi namanya terdaftar sebagai pemilih.
"Ada juga kasus di mana nama terdaftar sebagai pemilih, tapi tidak memiliki surat undangan pemilih," katanya.
Kerawanan ketujuh adalah nama terdaftar sebagai pemilih tapi tidak memiliki surat undangan memilih.
Selain itu, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) lebih dari ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan juga berpotensi menimbulkan kerawanan.
Kedelapan, terkait logistik pemilu yang kurang dari kebutuhan seperti tinta, fomulir, bilik suara, alat penanda, dan berbagai formulir lainnya.
Kerawanan kesembilan, perbedaan persepsi tentang penandaan sahnya surat suara.
Sulastio menambahkan, kerawanan berikutnya adalah peraturan tentang sahnya suarat suara dimana Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 pasal 154 sudah memperjelas tata cara pencoblosan.
"Kasus ini pernah menjadi persoalan pada Pemilu 2009 dimana Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 tidak spesifik menyebut cara menandai surat suara," katanya.
Kerawanan ke-11 yakni dugaan penggelembungan suara, ke-12 adanya perasaan kecewa pendukung caleg atau partai politik.
Sedangkan kerawanan ke-13 adalah protes yang diabaikan penyelenggara pemilu dan terakhir yakni penyelenggara dinilai tidak transparan, jujur dan adil.
Sulastio menambahkan 14 potensi kerawanan tersebut saling berkaitan sehingga penyelenggara Pemilu harus bekerja dengan serius dan benar.
"Termasuk peserta pemilu dan pemilih juga berperan dalam menimbulkan kerawanan jadi ketiga `aktor` pemilu harus menjalankan peran dengan baik," katanya.
***1***
(T.KR-RNI/B/N002/N002) 24-11-2013 11:46:53