Bengkulu (Antara-IPKB) - Pembangunan millenium atau yang lebih dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 mengamanatkan bagi beberapa negara untuk menuntaskan delapan sasaran. Dari sejumlah sasaran itu terdapat beberapa tujuan erat kaitannya terhadap pelaksanaan program KKB.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu Zainin menyebutkan, kontribusi program KKB pada pencapaian MDGs 2015 terdapat di beberapa poin sasaran pembangunan millenium.
Delapan tujuan pembangunan millenium yakni "Kelaparan dan Kemiskinan Ekstrim, Pendidikan Dasar, Keadilan Gender & Pemberdayaan Perempuan, Penurunan Angka Kematian Anak, Peningkatan Kesehatan Ibu, Mengatasi penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular, Kelestarian Lingkungan dan Kemitraan Global untuk pembangunan.
Ia mengatakan, dari sasaran tersebut erat kaitannya terhadap pelaksanaan program KKB yang mesti memberikan kontribusi. Melalui percepatan program KKB maka sejuMlah tujuan MDGs dapat dicapai melalui integrasi kebijakan lintas sektor, ujarnya di Bengkulu baru ini.
Ia mengatakan, pelaksanaan program KB di daerah itu menunjukkan keberhasilan, hal itu dapat diketahui berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, yang mana SDKI merilis angka kelahiran tiap wanita subur atau otal fertility rate (TFR) sebesar 2,2 anak lahir/wanita.
Meskipun telah mencapai keberhasilan dalam rata-rata kelahiran/wanita (TFR), namun masih terhadangnya keberhasilan program Kependudukan dan KB dari beberapa sektor.
Masih beberapa permaslahan kependudukan yang masih memerlukan kerja keras, berdasarkan hasil SDKI 2012 menyebutkan, 12 persen wanita umur 15-49 tahun dan 15 persen pria kawin umur 15-54 tahun tidak tamat SD. Persentase wanita yang tidak pernah bersekolah sebesar 3 persen. Wanita umur 15-49 dan pria umur 15-54 yang berpendidikan tidak tamat SMTA sebesar 30 persen.
60 persen wanita dan 47 persen.
Pria berstatus bekerja dibidang pertanian, sebanyak 66 persen wanita dan pria tidak memiliki jaminan kesehatan. Selain itu permasalahn lainnya terhadap kependudukan di Bengkulu, SDKI dan BPS merilis tentang kelahiran berisiko. Kelahiran itu masih sebesar 56 persen kelahiran di Bengkulu berisiko tinggi.
Terdapat 31 persen resiko tidak dapat dihindari dan 25 persen resiko tinggi.
Terhadap peristiwa angka kematian ibu, hal tersebut masih cukup besar kejadiannya di Provinsi Bengkulu. Angka kemaian ibu di daerah ini sebesar 220/100.000 kelahiran, angka kematian bayi sebesar 28/1.000 kelahiran hidup.
Ia menambahkan, berdasarkan pertemuan diseminasi tindaklanjut hasil analisis SDKI 2012 menyebutkan terdapat tiga indikator
yang sulit tercapai dalam MDGs 2015 bagi Provinsi Bengkulu yakni Penurunan angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup yang pada tahun 2012 mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup dari target tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup, Penurunan ASFR umur 15-19 tahun, menurut SDKI 2007 sebesar 48 / 1000 wanita pada tahun 2012 meningkat menjadi 51/ 1000 wanita sedangkan target tahun 2014 sebesar 30/1000 wanita, dan Penurunan unmet need, menurut SDKI 2012 sebesar 9,1 persen sedangkan sasaran tahun 2014 adalah 4 persen.
Menurut dia hal ini disebabkan masih rendahnya rata-rata usia kawin pertama perempuan. Permasalahan kesehatan pada perempuan berawal dari masih tingginya usia perkawinan pertama di bawah 20 tahun.
Terdapat sebesar2,7 persen perkawinan pada usia 15 tahun, 3,7 persen pada usia 16 tahun, 7,6 persen pada usia 17 tahun, 16,4 persen pada usia 18 tahun dan sebanyak 15,5 persen perkawinan dini masih terjadi pada kelompok usia 19 tahun.
Sedangkan umur ideal menikah pertama bagi remaja wanita pada umur 21 tahun dan 25 bagi pria. Dengan umur ideal itu maka kesehatan reproduksi dapat menjaga keberlangsungan hidup generasi yang dilahirkan. (rs)